Katanya Setan-setan Dibelenggu —tapi, ‘kok masih Rentan Bermaksiat!?
Ramadan menjadi bulan yang sangat istimewa di mata umat muslim. Lebih-lebih bagi warga muslim di Indonesia yang berlatarbelakang Nahdlatul Ulama Culture (Budaya NU). Momen kebersamaan selalu ada saja alasannya, mulai dari program membangunkan warga sahur, ngabuburit, hingga salat terawih berjamaah di pelbagai masjid dan musala. Semua aktivitas tersebut tentunya tidak ada yang bermasalah, semuanya bajik dan mengandung amal saleh guna investasi akhirat, lebih-lebih salat tarawihnya yang kata fikih merupakan salah satu kesunahan yang harus dilaksanakan oleh umat muslim di bulan tersebut.
Narasi keistimewaan, dengan kata lain fadhilah bulan Ramadan sangat banyak dijelaskan dalam berbagai literatur kajian keislaman. Dalam konteks ini banyak sekali referensi kitab-kitab klasik yang menjelaskan terkait hal itu, mulai dari keistimewaan bagi orang yang berpuasa, pahala orang berpuasa, dosa bagi tersangka yang telah mengabaikannya, dan pembahasan-pembahasan lain yang tidak kalah pentingnya untuk dikonsumsi.
Historis Pengampunan Dosa bagi Umat Nabi Muhammad Saw
Sedikit menyinggung dari salah satu keistimewaan bulan Ramadan ialah, menurut penjelasan yang disampaikan oleh syekh Abdur Rahman bin Abdissalaam As-Safwuri (عبد الرحمن بن عبد السلام الصفوري) dalam kitabnya, Nuzhat al-Majalis wa-Muntakhaib al-Nafais, dalam ceritanya disebutkan bahwa ketika Nabi Muhammad ﷺ melihat para malaikat pada malam Isra Mikraj, beliau uluk salam kepadanya, tetapi malaikat itu tidak dapat mendengarnya karena sibuk dengan tasbihnya. Kemudian Jibril berkata, ‘Ini Muhammad yang menyampaikan salam kepadamu.’ Malaikat itu pun membentangkan dua sayap hijau yang memenuhi langit dan bumi, lalu mencium di antara kedua mata Nabi ﷺ dan berkata, ‘Bergembiralah, wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mengampunimu dan umatmu karena keberkahan bulan Ramadhan.’ Kemudian, Nabi ﷺ melihat dua kotak yang ada di hadapan malaikat tersebut, masing-masing kotak memiliki seribu kunci dari cahaya. Ketika Nabi ﷺ menanyakan hal itu, lalu malaikat itu menjawab, ‘Di dalamnya terdapat pembebasan bagi orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadhan dari umatmu, dan aku menjadi saksi atasnya.'”
Cerita singkat di atas cukup menjadi bukti bahwa Ramadan adalah bulan yang telah menjaminkan ampuan-Nya bagi umat nabi Muhammad saw yang berpuasa di bulan tersebut kelak di akhirat nanti. Sebagaimana joks ala Habib Husain bin Jakfar, “Sabar…orang sabar disayang Tuhan, apalagi loe, umat Nabi,” dikonversikan menjadi “Puasa…orang puasa diampuni dosanya oleh Allah, apalagi loe, umat nabi Muhammad saw.” Namun demikian, di saat bulan Ramadan dipercaya sebagai bulan yang penuh berkah—dimana hasutan setan, perbuatan setan yang katanya ‘dibelenggu’ di bulan ini, tapi mengapa masih ada di antara kita—di satu sisi ia beribadah puasa di sisi lain ia tetap dapat menodainya dengan perbuatan dosa!? Lalu di mana letak perbedaan antara bulan Ramadan dengan bulan-bulan lainya?
Tulisan pengantar sederhana ini akan sedikit mengulas sekaligus merespon perntanyaan-pertanyaan kontroversial di atas, yang kebetulan sangat marak di tengah aktivitas masyarakat, khususnya pengguna media sosial (medsos) akhir-akhir ini.
Esensi Keutamaan Bulan Ramadan
Langkah pertama yang perlu kita ketahui sebelum mengklaim bahwa bulan ini adalah bulan suci tapi iri dengki tiada henti, maka yang perlu kita pahami dulu adalah sudut pandang kita dalam melihat apa esensi dari keutamaan bulan tersebut. Berikut ini penulis akan memaparkan dua keistimewaan bulan Ramadan yang dapat menjadi pengantar terhadap pemahaman berikutnya.
- Bulan Diturunkannya Al-Quran
Keutamaan bulan Ramadan di sini maksudnya ialah bulan pilihan Allah Swt., dimana Allah Swt., telah memilihnya sebagai bulan turunnya Al-Quran yang biasa kita peringati sebagai malam nuzulul Quran yang bertepatan dengan malam lailatul Qadr. Dari sini sedikit dapat kita simpulkan bahwa Ramadan menjadi istimewa karena telah menjadi pilihan Allah sebagai bulan transit Al-Quran, yang mana telah kita ketahui bersama bahwa Al-Quran adalah satu-satunya mukjizat nabi Muhammad yang terbesar di antara mukjizat-mukjizat para nabi sebelumnya. Oleh karena itu, pada waktu yang sama umat muslim diperintahkan oleh syariat untuk memperbanyak membaca Al-Quran di moment penting ini sebagai ladang ibadah untuk bekal akhirat nanti. Al-Quran sendiri telah memberi penjelasan sebagai berikut,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Menurut Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan, “(Dalam ayat ini) Allah Swt., memuji bulan puasa–yaitu bulan Ramadhan dari bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena bulan ini telah Dia pilih sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula pada bulan Ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada para Nabi ’alaihimus salam.”
- Pintu Surga Dibuka, Pintu Neraka Ditutup
Keistimewaan bulan Ramadan berikutnya adalah dibelenggunya setan-setan, sehingga melakukan amal baik dan ketaatan relatif lebih mudah karena rayuan dan godaan setan semakin berkurang. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
Artinya, “Ketika bulan Ramadhan datang, maka pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Secara umum, makna dari hadis ini adalah selama bulan Ramadan, pintu-pintu surga yang dibuka tidak akan ditutup, dan pintu-pintu neraka yang ditutup tidak akan dibuka. Ini menunjukkan bahwa bulan Ramadan adalah masa di mana rahmat dan ampunan Allah terbuka lebar untuk hamba-hamba-Nya.
Menurut imam Abū al-Faḍl ʿIyāḍ bin Mūsā bin ʿIyāḍ bin ʿAmr bin Mūsā bin ʿIyāḍ ibn Muḥammad bin ʿAbdullāh bin Mūsā bin ʿIyāḍ al-Yaḥṣubī as-Sabtī atau lebih dikenal dengan sebutan imam Qadhi Iyadh, menjelaskan bahwa hadis tersebut dapat dimaknai dengan:
- Makna literal (hakiki)
Secara literal (hakiki), yang dimaksud dengan pembukaan pintu-pintu surga, penutupan pintu-pintu neraka, dan pembelengguan setan-setan adalah bukti masuknya bulan (Ramadhan) dan pengagungan terhadap kehormatannya. Pembelengguan setan adalah untuk mencegah mereka mengganggu kaum mukminin dan membuat mereka gelisah.’
- Makna Majazi (kiasan)
Sedangkan makna majazi (kiasan), yaitu sebagai isyarat kepada banyaknya pahala dan pengampunan, serta berkurangnya godaan dan gangguan setan sehingga seakan-akan mereka dibelenggu. Pembelengguan ini bisa mencakup hal-hal tertentu tanpa hal lainnya, atau kepada sebagian orang tanpa sebagian yang lain. Pendapat kedua ini didukung oleh riwayat lain: “Dibukanya pintu-pintu rahmat.” Dan dalam hadis lain: “Yang dibelenggu adalah setan-setan pembangkang (maraadatul syayatin).”
kemudian, beliau menambahkan kembali: ‘Pembukaan pintu-pintu surga bisa diartikan sebagai simbol dari apa yang Allah bukakan kepada hamba-hamba-Nya berupa ibadah-ibadah di bulan ini yang tidak ada di bulan lain pada umumnya, seperti puasa, shalat malam, melakukan kebaikan, dan menjauhi banyak pelanggaran. Semua itu adalah penyebab masuk surga dan pintu menuju surga. Begitu pula penutupan pintu-pintu neraka dan pembelengguan setan bisa diartikan sebagai simbol dari berkurangnya pelanggaran. Makna ‘dibelenggu’ adalah diikat (digelangkan), yang sama artinya dengan ‘dirantai’ sebagaimana disebut dalam riwayat lain.’
Respon Imam Syuyuti terhadap Permasalahan di atas
Statement ‘melakukan ibadah puasa sebagai bentuk taat pada perintahnya, tetapi masih dapat berbuat dosa tidak bisa dijadikan alasan untuk menyalahkan agama begitu saja. Ada faktor-faktor lain yang melatarbelakangi seseorang terus mengalami dinamika dalam setiap menit bahkan detik dalam kehidupnya. Pemahaman hadis di atas tentang jaminan setan-setan dibelenggu ketika bulan Ramadan, tidak secara otomatis manusia dapat menghindari perbuatan dosa, baik dosa-dosa kecil maupun dosa besar.
Berkaitan dengan hal ini, Imam As-Suyuthi, pernah menjelaskan kenapa masih ada kemaksiatan di bulan Ramadan padahal kondisi setan terbelenggu? Menurutnya, ada dua faktor yang melatarbelakangi hal tersebut, yaitu:
- Dibelenggunya setan pada bulan Ramadan hanya bagi orang-orang yang berpuasa, dan menjalankan semua syarat-syarat serta adab-adab puasa. Sedangkan orang yang tidak melakukan semua itu, niscaya setan tidak dibelenggu kepadanya. Artinya, setan masih ada peluang untuk menggoda dan mengajaknya pada jalan kesesatan (kemaksiatan).
- Terjadinya kemaksiatan dan kemungkaran tidak hanya karena faktor godaan setan saja, namun juga ada faktor lain yang bisa menjerumuskannya, yaitu nafsu yang jelek, kebiasaan yang buruk dan setan yang berasal dari manusia.
Dua faktor di atas menurut Imam As-Suyuthi yang menjadi penyebab terjadinya kemaksiatan dan kemungkaran pada bulan Ramadhan.
Beliau menambahkan,
لَوْ سَلِمَ أَنَّهَا مُصْفِدَةٌ عَنْ كُلِّ صَائِمٍ فَلاَ يَلْزَمُ أَلاَّ يَقَعَ شَرٌّ لِأَنَّ لِوُقُوْعِ الشَّرِّ أَسْبَابًا أُخْرَى غَيْر الشَّيَاطِيْنِ وَهِيَ النُّفُوْسُ الْخَبِيْثَةُ وَالْعَادَاتُ الرَّكِيْكَةُ وَالشَّيَاطِيْنُ الْإِنْسِيَّةُ
Andai benar bahwa setan-setan itu dibelenggu dari semua orang yang puasa, maka belum tentu tidak akan terjadi kemaksiatan, karena untuk terjadinya kemaksiatan itu ada faktor-faktor lain selain setan, yaitu nafsu yang jelek, kebiasaan yang buruk dan setan yang berasal dari manusia. (As-Suyuthi, Ad-Dibaj ‘ala Syarhi Shahihi Muslim, [Daru Ibnu Affan], juz III, halaman 183).
Santri asal Bandung, namun lebih lama hidup di kotanya orang. Lebih tepatnya, pada pertengahan tahun 2016, ia berunjuk gigi di hadapan publik dengan keberadaannya di ujung timur pulau Jawa.
Soal sekarang, Alhamdulillah masih duduk di bangku yang tidak umumnya orang duduki. Maksudnya, status masih pelajar tingkat Ma'had Aly di Pondok Pesantren Al-Khoirot dan belum menikah.
Kebetulan, dia juga sedang menempuh studi S1 di Universitas Al-Qolam Malang, jika malas baca bisa disingkat menjadi UQM, begitu katanya.
Itu saja mungkin, selebihnya bisa berkunjung ke rumahnya.