Hikmah

Jangan Bersedih, Kamu Pasti Tangguh

Sebagai identitas seorang santri, pastinya tidak asing dengan kalimat “carilah ilmu walau pun sampai ke negeri Cina”. Artinya, mencari ilmu dibutuhkan pengembaraan menuju suatu tempat dimana ilmu itu berada. Sebagai seorang makhluk yang mulia diantara makhluk-makhluk Allah lainnya, kita dituntut untuk mencari ilmu dimana pun kita berada, bila perlu sejauh mungkin. Dalam konteks ini tentunya tidak serta merta hanya mengandalkan keinginan saja. Ada beberapa hal yang harus kita korbankan, diantaranya: a) rela meninggalkan kampung halaman; b) rela meninggalkan kedua orangtua; c) sabar dan ikhlas di saat sulitnya mencari ilmu; d) bertarhan menerima ujian (sementara) untuk manfaat (selamanya); e) waktu yang relatif lama.

Di dunia pesantren kita dikenali dan diajarkan beberapa disiplin keilmuan khususnya dalam bidang fiqh yang dikarang langsung oleh berbagai tokoh ilmuan muslim terkemuka. Siapa yang tidak mengenal imam Syafi’i?, seorang Mujtahid ketiga setelah imam Malik dan imam Hanafi, salah seorang imam mazhab fiqh yang penganutnya banyak diikuti oleh umat muslim di Indonesia. Siapa yang tidak mengenal ulama yang familiar dengan sebutan “Hujjatul Islam”? Salah seorang ulama ahli dalam bidang tasawuf, yang kemudian dijuluki sebagai “bapak Tasawuf Modern”. Siapa yang tidak mengenal Syaikhona Kholil Bangkalan Madura, salah satu ulama Indonesia yang familiar dengan sebutan “gurunya para kiai” (maha guru) di Indonesia khususnya wilayah Jawa dan Madura. Menurut KH. Mustafa Bisri (Gus Mus) menyebutnya, kekeramatan atau karamah yang memancar pada diri Kiai Kholil Bangkalan bukan datang secara tiba-tiba, namun lahir dari proses penempaan diri yang sangat panjang. Semenjak remaja, beliau terbiasa menjalani pola hidup yang sederhana dan memprihatinkan, pahit manis, suka dan duka dalam perjalanan hidupnya ia pernah jalani.  Dan, masih banyak ulama-ulama lainnya yang menjadi publik figur keilmuan dalam kehidupan kita selaku calon generasi mereka.

Para ulama terkemuka di atas tentunya memiliki riwayat perjalanan yang panjang dalam menempuh berbagi bidang keilmuannya. Sebagai contoh, imam Syafi’i. Beliau menuntut ilmu tidak hanya berdiam di satu tempat saja, melainkan di berbagai tempat yang jaraknya relatif jauh dari tempat ia dilahirkan. Artinya, beliau melakukan pengembaraan di saat menuntut ilmu dari satu tempat ke tempat yang lain. Jika kita melihat rekam jejak belajarnya, ia pernah belajar kepada seorang mufti di Makkah, Ibnu Khalid Az-Zanji untuk mempelajari fikih, juga kepada Imam-imam lainnya di Makkah. Setelah itu, ia pindah ke Madinah dengan tujuan berguru kepada Imam Malik bin Anas. Kemudian pindah lagi ke Yaman dan diperkenalkan dengan metode-metode cemerlang yang baik sekali. Dari Yaman, lalu pindah ke Irak, ia berdebat dengan Muhammad bin Al-Hasan dan ulama-ulama yang lain. Oleh karena itu, di saat kita dalam kondisi sedih, putus asa, dan lelah dalam mencari ilmu mari kita renungkan pikiran kita sejenak lalu menyontoh sedikit demi sedikit rekam jejak pendidikan beberapa ulama besar dimulai dari hal yang terkecil. Paling tidak, kita bisa bertahan, bersabar atas kondisi yang “tidak mengenakan” yang mana hanya bersifat (sementara) demi kemanfaatan hidup (selamanya).

baca juga : Kata-kata Pilihan dan Kisah Menarik dalam Kitab Taklimul al-Arabiyah

Sya’ir-sya’ir imam Syafi’i

Dalam hal ini, kita sebagai pelajar perlu mengetahui serta memahami beberapa syair imam Syafi’i yang dapat menggugah dan membangkitkan semengat belajar kita. Sejatinya, pelajar adalah orang yang rela meninggalkan halaman rumahnya demi ilmu yang ia peroleh. Berikut ini syair-syair yang dapat kita ambil hikmahnya.

Al-Imam asy-Syafi’i berkata dalam syairnya:

ما في المُقامِ لذي عقلٍ وذي أدبٍ

مِنْ رَاحَة ٍ فَدعِ الأَوْطَانَ واغْتَرِب

“Berdiam diri, stagnan, dan menetap di tempat mukim, sejatinya bukanlah peristirahatan bagi mereka pemilik akal dan adab, maka berkelanalah, tinggalkan negerimu (demi menuntut ilmu dan kemuliaan)”

سافرْ تجد عوضاً عمَّن تفارقهُ

وانْصَبْ فَإنَّ لَذِيذَ الْعَيْشِ فِي النَّصَبِ

“Pergilah, engkau akan menemukan pengganti orang-orang yang engkau tinggalkan. Berpeluhlah engkau dalam usaha dan upaya, karena lezatnya kehidupan baru terasa setelah engkau merasakan payah dan peluh dalam bekerja dan berusaha”

إني رأيتُ وقوفَ الماء يفسدهُ

إِنْ سَاحَ طَابَ وَإنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ

“Sungguh aku melihat, air yang tergenang dalam diamnya, justru akan tercemar lalu membusuk. Jika saja air tersebut mengalir, tentu ia akan terasa lezat menyegarkan. Tidak demikian jika ia tidak bergerak mengalir”

 

والأسدُ لولا فراقُ الأرض ما افترست والسَّهمُ لولا فراقُ القوسِ لم يصب

“Sekawanan singa, andai tidak meninggalkan sarangnya, niscaya kebuasannya tidak lagi terasah, ia pun akan mati karena lapar. Anak panah, andai tidak melesat meninggalkan busurnya, maka jangan pernah bermimpi akan mengenai sasaran”.


Referensi:

Syair Imam Syafi’i: “Merantau Demi Ilmu dan Kemuliaan”. kristaliman.wordpress.com 16 Oktober 2016. https://kristaliman.wordpress.com/2013/10/16/syair-imam-syafii-merantau-demi-ilmu-dan-kemuliaan/

“Merantaulah!, ini 5 manfaat menurut imam syafii”. nutegal.or.id. 21 Januari 2018. https://nutegal.or.id/merantaulah-ini-5-manfaat-menurut-imam-syafii/

“Syaikhona Kholil Gurunya Para Kiai”. nu.or.id. Senin, 28 November 2011. https://nu.or.id/pustaka/syaikhona-kholil-gurunya-para-kiai-wn0Wy

+ posts

Asal Bandung suka nulis puisi

Avatar

Fauzan Taqiyuddin

Asal Bandung suka nulis puisi