Kebangkitan Kesadaran Global: Suara Muda di Tahun 2025
Kebangkitan Kesadaran Global: Suara Muda di Tahun 2025
Oleh nashrul mu’minin content writer yogyakarta
Tahun 2025 menjadi momentum penting bagi perjalanan umat manusia dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks dan beragam. Di tengah derasnya arus digitalisasi, perubahan iklim, krisis sosial, hingga pergolakan politik, muncul kebangkitan kesadaran baru yang digelorakan oleh generasi muda di seluruh dunia. Mereka bukan sekadar penerus masa depan, melainkan aktor aktif yang mulai menyuarakan kepedulian terhadap isu-isu mendasar yang menyangkut keberlangsungan hidup bersama. Suara muda tahun 2025 menjadi kekuatan transformatif yang mampu menggerakkan perubahan dengan cara yang lebih inklusif, kreatif, dan berkelanjutan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an yang menjadi landasan spiritual bagi kesadaran global ini:
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا۟ فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ
(سورة العنكبوت: 69)
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.”
Ayat ini memberikan semangat bahwa perjuangan yang dilakukan dengan niat ikhlas untuk kebaikan akan mendapatkan bimbingan dari Allah SWT. Suara muda yang membangkitkan kesadaran global adalah bagian dari jihad kecil yang diiringi dengan niat memperbaiki keadaan dunia.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menjadi faktor utama yang mempercepat penyebaran kesadaran global. Digitalisasi membuka ruang dialog yang sebelumnya sulit dijangkau, mempertemukan berbagai pemikiran, dan memudahkan kolaborasi lintas negara. Media sosial menjadi sarana ekspresi yang kuat, di mana para pemuda mengekspresikan keprihatinan mereka terhadap berbagai isu, mulai dari perubahan iklim, ketidakadilan sosial, hingga pelanggaran hak asasi manusia. Fenomena ini memperlihatkan bahwa kesadaran tidak lagi terbatas pada lingkungan lokal, melainkan telah menjadi kesadaran kolektif yang melintasi batas geografis.
Namun, selain peluang besar, digitalisasi juga menghadirkan tantangan. Salah satunya adalah risiko disinformasi dan polarisasi yang dapat memecah belah masyarakat. Di sinilah peran generasi muda diuji, bagaimana mereka mampu menggunakan teknologi secara cerdas dan bertanggung jawab, menjadikan informasi sebagai alat untuk membangun kesadaran yang autentik dan inklusif. Sebagaimana Allah SWT menegaskan:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱطَّيَّبُوا۟ مَآ أَكَلْتُمْ وَمِمَّآ أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ وَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِ وَلَا تُسْرِفُوا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ
(سورة الأعراف: 31)
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Maksud dari ayat ini mengingatkan agar kita tidak berlebihan, termasuk dalam mengonsumsi informasi dan teknologi. Kesadaran global yang sejati harus disertai dengan keseimbangan, etika, dan hikmah agar mampu membawa perubahan positif, bukan kerusakan.
Perubahan iklim menjadi salah satu isu paling mendesak yang disuarakan oleh generasi muda saat ini. Aktivisme iklim yang dilakukan oleh para pemuda dari berbagai belahan dunia menjadi bukti nyata bahwa mereka memahami betapa rapuhnya bumi ini jika dibiarkan terus menerus dieksploitasi tanpa tanggung jawab. Mereka menuntut kebijakan yang berpihak pada pelestarian lingkungan dan keberlanjutan hidup generasi mendatang. Gerakan ini sejajar dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjaga alam dan menghindari kerusakan:
وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَـٰحِهَا وَٱدْعُوهُۥ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٌۭ مِّنَ ٱلْمُحْسِنِينَ
(سورة الأعراف: 56)
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harap (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Kesadaran yang bangkit di kalangan muda ini adalah tanda bahwa mereka memiliki rasa takut yang sehat dan harapan yang kuat untuk masa depan dunia yang lebih baik. Mereka tidak pasif, melainkan aktif mendorong perubahan melalui aksi nyata, kampanye pendidikan, serta inovasi teknologi ramah lingkungan.
Selain lingkungan, isu sosial juga menjadi perhatian utama. Kesenjangan ekonomi, diskriminasi, dan ketidakadilan sistemik menjadi problematika yang diperangi oleh suara-suara muda. Mereka menggunakan platform digital untuk memperjuangkan hak-hak kelompok terpinggirkan, mempromosikan inklusivitas, dan menolak segala bentuk intoleransi. Pergerakan ini menunjukkan bahwa kesadaran global bukan hanya tentang dunia fisik, tapi juga tentang keadilan sosial dan kemanusiaan. Al-Qur’an mengingatkan:
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَـٰنِ وَإِيتَآءِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
(سورة النحل: 90)
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Dia melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Keadilan sosial merupakan pilar utama dalam membangun masyarakat yang harmonis dan damai. Kesadaran global yang dibangun oleh pemuda harus terus berakar pada nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Ini bukan sekadar gerakan reaktif, tapi juga pembentukan budaya baru yang menghargai hak dan martabat setiap individu.
Tahun 2025 juga menjadi waktu di mana dunia menghadapi ketegangan geopolitik yang menuntut diplomasi dan dialog lintas budaya yang lebih intensif. Suara muda tampil sebagai agen perdamaian, mengadvokasi pemahaman dan toleransi di antara perbedaan. Mereka menolak kekerasan dan ekstrimisme yang dapat memecah belah umat manusia. Dalam konteks ini, semangat ukhuwah Islamiyah menjadi penguat bagi mereka untuk menjalin persaudaraan global yang lebih kokoh.
Allah SWT menegaskan pentingnya persatuan dalam Al-Qur’an:
وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًۭا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ وَٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءًۭ فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًۭا ۚ وَكُنتُمْ عَلَىٰٓ أَعْدَآئِكُمْ ۖ یَـٰٓؤُفِكُونَ
(سورة آل عمران: 103)
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.”
Pemuda yang menjadi suara perdamaian adalah bukti nyata bahwa tali persaudaraan Islam tidak hanya terpatri dalam konteks umat, tapi juga dalam skala global. Mereka membangun jembatan pengertian antara bangsa dan agama untuk menepis kebencian yang seringkali disebarkan oleh kepentingan politik sempit.
Namun, kebangkitan kesadaran global tidak datang tanpa tantangan internal. Di tengah kemajuan dan aktivitas yang begitu cepat, generasi muda juga harus menjaga keseimbangan spiritual dan mental. Kesehatan mental menjadi isu yang semakin nyata, di mana tekanan sosial dan beban ekspektasi dapat menimbulkan kecemasan dan stres. Oleh karena itu, penguatan iman dan pengembangan karakter menjadi sangat penting agar para pemuda mampu menjalani peranannya dengan penuh ketenangan dan kebijaksanaan.
Allah SWT memerintahkan agar manusia senantiasa mengingat-Nya sebagai penenang hati:
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ ٱلَّذِيٓ أَنقَضَ ظَهْرَكَ وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
(سورة الشرح: 1-6)
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan Kami hilangkan dari padamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan untukmu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
Kesadaran spiritual inilah yang menjadi sumber kekuatan untuk terus bergerak di jalan kebaikan, meskipun menghadapi berbagai rintangan. Generasi muda yang sadar akan pentingnya kedekatan dengan Allah akan menjadi pribadi yang kuat dan tegar, mampu menghadapi badai dunia tanpa kehilangan arah.
Kebangkitan kesadaran global tahun 2025 juga memunculkan paradigma baru dalam pendidikan. Pendidikan tidak lagi hanya soal transfer ilmu, tetapi juga pengembangan karakter dan kecakapan hidup yang sesuai dengan tuntutan zaman. Kurikulum yang mengintegrasikan nilai-nilai kemanusiaan, lingkungan, dan teknologi menjadi kebutuhan mendesak. Dalam hal ini, suara muda berperan aktif menginisiasi perubahan pendidikan yang lebih relevan dan kontekstual.
Rasulullah SAW bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
(Hadis riwayat Ibnu Majah)
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.”
Menuntut ilmu haruslah dimaknai secara luas, bukan hanya ilmu duniawi tetapi juga ilmu yang dapat membentuk akhlak mulia dan kepedulian sosial. Kesadaran global ini harus dilandasi dengan ilmu yang benar agar setiap tindakan membawa manfaat bagi umat dan alam semesta.
Tidak kalah penting adalah peran pemuda dalam memperkuat solidaritas antarnegara dan komunitas global. Mereka berupaya menghapus sekat-sekat egoisme nasionalisme yang sempit dan menggantinya dengan semangat persaudaraan kemanusiaan yang universal. Dalam konteks ini, organisasi-organisasi internasional dan forum-forum pemuda menjadi tempat strategis untuk mengembangkan jejaring dan sinergi.
Melihat fenomena ini, kita menyadari bahwa kebangkitan kesadaran global adalah anugerah sekaligus tantangan besar. Anugerah karena memberikan harapan baru untuk dunia yang lebih adil, damai, dan berkelanjutan. Tantangan karena membutuhkan komitmen, kerja keras, dan keteguhan untuk mewujudkannya dalam realitas yang seringkali keras dan penuh pertentangan.
Kita juga perlu mengingat pesan Al-Qur’an tentang pentingnya saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran:
وَٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتُ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٍۢ يَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنۡكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۗ أُو۟لَـٰٓئِكَ سَيَرۡحَمُهُمُ ٱللَّهُ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
(سورة التوبة: 71)
“Orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Inilah cermin ideal bagi kebangkitan kesadaran global: saling menolong dalam kebaikan, mencegah keburukan, dan berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran.
Akhirnya, sebagai content writer dari Yogyakarta, saya melihat dengan optimisme bahwa kebangkitan kesadaran global di tahun 2025 adalah babak baru yang penuh harapan. Generasi muda telah menunjukkan bahwa mereka bukan sekadar penonton, melainkan aktor yang mampu menggubah sejarah dengan tinta keberanian, pengetahuan, dan spiritualitas yang kokoh. Mari kita dukung dan perkuat suara mereka, agar dunia ini menjadi tempat yang lebih baik untuk semua.
Nashrul Mu'minin, asal Lamongan, Jawa Timur. Lahir 21 Februari 2003, impian penulis dan dosen. Perjalanan hidupku terukir dalam kata-kata, Menginspirasi dunia dengan impian kubangun.