ArtikelKeislaman

Jangan Mudah Terpancing Oleh Perbedaan

Jangan Mudah Terpancing Oleh Perbedaan

Manusia adalah makhluk sosial, yang membutuhkan orang lain didalam kehidupannya. Maka perlunya kita berinteraksi dan bersosialisasi, akan tetapi di masyarakat sering kali terjadi yang namanya perbedaan pendapat. Padahal perbedaan pendapat adalah fenomena umum dalam kehidupan sosial manusia. Perbedaan pendapat sering kali terjadi dalam banyak aspek kehidupan, mulai dari politik, agama, budaya, hingga preferensi pribadi.

Sering kali perbedaan pendapat ini menjadi konflik dan ketegangan antara individu bahkan kelompok yang berbeda. Namun, sebenarnya perbedaan pendapat bukanlah hal yang buruk jika ditangani dengan bijak. Dalam masalah ini penting untuk kita ketahui bahwa perbedaan pendapat adalah suatu wujud dari keberagaman manusia. Setiap individu pasti memiliki pengalaman, latar belakang, dan nilai-nilai yang berbeda. Oleh karena itu, tidak mungkin untuk mengharapkan setiap orang memiliki pandangan yang sama tentang segala hal. Justru dengan adanya keberagaman perbedaan ini memberikan kesempatan kepada kita untuk belajar banyak dan memperkaya pemehaman kita tentang keberagaman ini.

Sebagai umat islam kita tidak seharusnya memperdebatkan suatu perbedaan yang ada, karena yang terpenting adalah menjalankan syariat islam dengan benar, selagi ada dasar yang benar dan sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW mengapa harus diperdebatkan. Allah SWT berfirman didalam surat An Nisa : 59

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً)

Atinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, serta ulil amri diantara kalian. Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An Nisa: 59).

Sebagai makhluk sosial selayaknya kita menerima dan menghargai perbedaan yang ada dan menjadikan perbedaan tersebut sebagai wawasan dan pengetahuan kita bahwasanya perbedaan adalah suatu bentuk keberagaman yang telah Allah berikan agar kita belajar banyak didalamnya, serta dapat menjaga dan membina hubungan yang yang baik dengan sesama umat manusia, meskipun berbeda pandangan. Bahkan, islam pun mengajarkan kepada kita tentang pentingnya sikap toleransi dan menghargai perbedaan. Sebagai umat islam selayaknya bagi kita untuk menanamkan nilai-nilai tersebut terhadap kehidupan sehari-hari, sehingga dapat terciptanya umat yang rukun dan harmonis dalam lingkungan kita.

saat ini kita sering mendengar orang mengatakan sesuatu dengan mengatas namakan agama sehingga para pendengarnya dituntut untuk patuh dan tunduk dengan apa yang telah dikatakan baik berupa pesan moral, hukum, keyakinan, dan sebagainya. Dan siapapun yang membantahnya harus siap dengan vonisan salah, sesat, dan bahkan kafir. Sungguh kejam jika semua pesan keagamaan seperti itu. Akal manusia tidaklah berfungsi dengan makasimal, dan Islam yang seharusnya menjadi rahmatan lil alamin malah menjadi malapetaka bagi kebebasan berfikir. Tidak ada intervensi sedikitpun bagi akal manusia pada sesuatu yang didasari dengan agama.

Perbadaan pendapat adalah hal yang biasa terjadi dan bahkan menjadi sunnatulloh atau fitrah manusia, sebagaimana firman allah :

وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلَا يَزَالُوْنَ مُخْتَلِفِيْنَۙ  (118)

Artinya : jika tuhanmu berkehendak senantiasa dia akan menjadikan manusia umat yang satu. Namun mereka senantiasa berselisih.

وَمَا كَانَ النَّاسُ اِلَّآ اُمَّةً وَّاحِدَةً فَاخْتَلَفُوْاۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ فِيْمَا فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ (19)

Artinya : manusia itu dahulunya hanya umat yang satu (dalam ketauhidan), lalu mereka berselisih. Seandainya tidak karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu, pastilah di antara mereka telah diberi keputusan (azab di dunia) tentang apa yang mereka perselisihkan itu.

Dari beberapa ayat di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan pada manusia tidaklah dapat dihindari dan keberadaannya sudah pasti. Berbeda pendapat sejatinya adalah sebuah langkah bagus untuk menemukan sebuah kesamaan yang disebut jalan tengah. Dengan berbeda pendapat, secara tidak langsung kita mengemukakan berbagai pandangan yang kemudian dapat diramu menjadi sebuah kesimpulan yang kuat dan valid, dimana semua pihak yang berseberangan dapat menerima hasil tengah dari perbedaan-perbedaan tersebut.

Tapi dengan berpeda pendapat kita bisa terpecah belah…!

Dalam perbedaan pendapat memiliki nilai positif dan negatif. Sebuah perbedaan pendapat dapat dikatakan memiliki nilai positif jika perbedaan-perbedaan tersebut memiliki ‘ujung’ yang jelas. Artinya, ada sebuah kesimpulan bersama yang dihasilkan dari perdebatan-perdebatan yang terjadi. Kesimpulan tersebut dapat merupakan kesepakatan secara menyeluruh, di mana semua pihak setuju dan sepenuhnya menerimanya sebagai hasil akhir, tetapi bisa juga merupakan penerimaan sisi-sisi berbeda yang tidak bisa disatukan sepenuhnya. Contoh paling jelasnya mungkin dapat kita lihat dalam perbedaan agama yang di anut, perbedaan partai yang diikuti, atau perbedaan pandangan dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Sejauh penerimaan terhadap paham yang berbeda dengan paham yang kita anggap benar dapat dilakukan sewajarnya, maka sejauh itu pula perbedaan tersebut dapat dikatakan bersifat positif.

Lalu bagaimana perbedaan pendapat dikatakan negatif? Perbedaan pendapat akan cenderung menjadi negatif jika tidak ada sebuah tujuan jelas dari silang pendapat yang dilakukan. Biasanya, perdebatan yang terjadi hanya menjadi ajang pamer intelektualitas yang tidak berkesudahan. Tidak ada satu pihak pun yang berinisiatif untuk menghentikan perdebatan demi menyelamatkan nilai pendapat yang mereka kemukakan. Perbedaan pendapat yang bersifat negatif juga biasanya melebar dari pokok bahasan. Pada titik ini, perbedaan pendapat yang ada sudah kehilangan nilai objektifitas sebagai salah satu syarat perdebatan yang sehat.

Adalah hak setiap pribadi untuk memiliki, mengemukakan atau memihak dan mempertahankan pendapat tertentu yang sesuai dengan pemahaman dan disetujuinya sebagai sebuah kebenaran dalam sebuah perdebatan dengan pihak-pihak yang berpendapat lain. Tetapi sebagai manusia yang pada hakikatnya memiliki mekanisme pertahanan diri dengan menggunakan akal dan pikiran, kita seringkali terjebak dalam egosentrisme yang kaku. Disaat kita meyakini sebuah kebenaran, kita menutup diri terhadap pendapat-pendapat lain yang mungkin saja adalah bagian dari kebenaran sesungguhnya. Parahnya lagi, seringkali kita melihat orang yang memiliki pendapat berbeda dengan kita sebagai musuh yang harus dikalahkan.

Sebelum perbedaan pendapat menjadi sesuatu yang melenceng, berkepanjangan, dan tanpa kesimpulan, sebaiknya kita memahami etika sebagai batasan dalam sebuah silang pendapat. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:

  • Melihat konteks yang menjadi perdebatan. Hal ini diperlukan untuk menilai kelayakan diri kita sendiri untuk terlibat dalam ‘lempar-melempar’ pendapat yang terjadi tersebut.
  • Mempelajari hal yang menjadi pokok masalah yang menyebabkan perbedaan pendapat terjadi. Hal ini mutlak diperlukan agar kita setidaknya memiliki serpihan-serpihan kebenaran sebagai bahan kesimpulan yang menjadi tujuan.
  • Pertahankan objektifitas pada pokok permasalahan. Kemukakan pendapat apa adanya dengan bahasa yang tidak terkesan menyerang, memojokkan, atau membuat masalah semakin melebar.
  • Menjaga emosi. Bukan hal yang mudah untuk menjaga kestabilan emosi dalam sebuah perdebatan. Tetapi hal ini adalah salah satu bagian terpenting ketika kita terlibat dalam silang pendapat. Emosi dapat mengaburkan pertukaran informasi yang kita lakukan dengan interaksi dua arah berlawanan ini. Hal-hal positif bisa saja menjadi hal yang negatif, dan juga sebaliknya.
  • Mengikuti pergerakan diskusi dalam penyatuan persepsi tersebut sambil melihat pendapat pihak berseberangan seobjektif mungkin. Jika di sana kita menemukan kebenaran, terimalah sebagai sebuah kebenaran yang menjadi serpihan lainnya pembentuk kesimpulan. Lakukan sambil melihat celah persamaan, bukan celah perbedaan yang merenggangkan.
  • Mengetahui kapan saatnya berhenti. Jika perbedaan pendapat yang terjadi sudah bisa disimpulkan, lakukan dengan berimbang. Kemukakan kesimpulan yang memiliki kemungkinan terbesar untuk diterima oleh pihak yang berseberangan, tanpa merugikan pendapat kita. Ketika tidak terdapat sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan acuan atau kesepakatan bersama, akhiri dengan menerima perbedaan tersebut sebagai sesuatu yang memang berbeda. Memaksakan sebuah kesimpulan hanya akan membuat sebuah perdebatan semakin panjang dan tidak sehat.

Pendapat orang yang diambil, kalah dong kita ?

Bukan masalah kalah dan menang, Perdebatan yang sehat dan bertujuan positif adalah perdebatan orang-orang yang memiliki perbedaan pendapat tanpa melihatnya sebagai urusan kalah-menang. Ketika pendapat kita bisa diterima dan dijadikan sebagai nilai kebenaran oleh pihak lain, tidak serta merta menobatkan kita sebagai pemenang. Begitu juga ketika kita harus mengakui bahwa pendapat orang lain mempunyai nilai kebenaran yang lebih baik dari pendapat yang kita kemukakan, tidak serta merta membuat kita kalah dan menjadi pecundang. Terkadang, dengan menerima dengan lapang dada hasil perdebatan yang tidak memihak pada pendapat yang kita kemukakan malah membuat kita lebih dihargai dan dihormati oleh orang lain. Esensi sebuah perdebatan adalah sebuah nilai kebersamaan. Nilai hakiki bahwa sebagai manusia, makhluk sosial, kita tidak mampu hidup tanpa berdampingan dengan orang lain. Kita memiliki kebergantungan dengan pribadi-pribadi lain di luar diri kita sendiri. Berbeda bukan lawan, karena sama juga tak selamanya kawan.

Baca juga :  Muhasabah Diri dengan Selalu Mengingat Kepada Allah

Avatar
Busyro Husaini
+ posts