Pesantren dan Tantangan Kekerasan: Melihat Realitas dan Upaya Perlindungan Santri
Pesantren dan Tantangan Kekerasan: Melihat Realitas dan Upaya Perlindungan Santri
Penulis: Vina Lailatul Maskuro dan Muhammad Husni
Pondok pesantren, sebagai lembaga pendidikan agama yang telah ada sejak lama di Indonesia, telah memainkan peran penting dalam mencetak generasi cendekiawan yang tidak hanya berilmu, tetapi juga memiliki karakter dan moral yang baik. Pesantren telah lama diidentifikasi sebagai tempat di mana generasi muda dididik dalam rangkaian nilai-nilai agama yang mendalam, serta diberdayakan untuk menjadi pribadi yang berakhlak mulia. Keberadaan pesantren yang menyatukan pendidikan agama dan karakter telah menjadi sebuah jaminan bahwa lembaga ini mampu mencetak generasi unggulan, seperti yang terlihat di masa lalu.
Namun, akhir-akhir ini, dunia pesantren sedang menghadapi tantangan besar. Isu-isu negatif yang muncul berkaitan dengan pesantren mulai mengubah pandangan masyarakat terhadap lembaga ini. Banyaknya pemberitaan yang berkaitan dengan kekerasan di lingkungan pesantren, mulai dari perundungan, kekerasan verbal, hingga kekerasan seksual, semakin memunculkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat: Apakah pesantren masih mampu mencetak generasi unggulan seperti dahulu, ataukah lembaga ini kini hanya menjadi tempat yang rawan akan tindak kekerasan dan penyimpangan moral?
Salah satu isu yang sempat menghebohkan publik adalah terungkapnya kasus perundungan yang terjadi di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Lawang, Malang, pada tahun 2024. Seorang santri berusia 19 tahun menjadi korban kekerasan fisik yang dilakukan oleh seniornya dengan menggunakan setrika uap.
Selain itu, masih segar dalam ingatan kita kasus pencabulan yang dilakukan oleh seorang pemilik pesantren di Jakarta Timur. Pengasuh pesantren yang berinisial CH, berusia 47 tahun, terlibat dalam tindakan asusila terhadap dua santriwati yang tinggal di pesantrennya. Kasus ini semakin memperburuk citra pesantren, terutama di mata masyarakat yang selama ini percaya bahwa pesantren adalah tempat yang aman dan penuh nilai moral. Tidak hanya itu, adanya kasus pencabulan terhadap tiga orang santri di Sulawesi Selatan yang juga melibatkan seorang pengasuh pesantren semakin menambah deretan berita miring yang menghantui dunia pesantren.
Isu-isu negatif ini memang memberikan dampak yang cukup besar terhadap reputasi pesantren di masyarakat. Banyak orang tua yang mulai ragu untuk mengirimkan anak-anak mereka ke pesantren, merasa khawatir akan keselamatan dan moralitas anak mereka. Terkadang, muncul anggapan bahwa pesantren, yang seharusnya menjadi tempat pendidikan yang aman, justru bisa menjadi sarang kekerasan dan penyimpangan yang tidak terkontrol.
Namun, apakah fenomena ini mencerminkan gambaran keseluruhan tentang dunia pesantren? Tentu saja tidak. Meskipun banyak kasus kekerasan yang beredar, tidak berarti bahwa pesantren secara keseluruhan adalah lembaga yang mendukung kekerasan. Dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan pada Agustus 2024, yang melibatkan 40 pondok pesantren yang tergabung dalam JPPRA, terungkap bahwa 37,5% pondok pesantren sudah memiliki kebijakan untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak santri mereka, dan 72,5% pondok pesantren lainnya telah memperkuat upaya pencegahan kekerasan di lingkungan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa banyak pesantren yang benar-benar berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan menjaga keamanan serta kesejahteraan santri mereka.
Menurut saya, sebagai seseorang yang pernah nyantri, bahkan dalam banyak pesantren, kekerasan dalam bentuk apapun sangat dilarang keras. Banyak pesantren yang menekankan pada pentingnya akhlak dan pendidikan moral yang baik, tidak hanya melalui pengajaran agama, tetapi juga melalui pembinaan perilaku yang baik di lingkungan pondok. Para pengasuh pesantren pun, dalam kebanyakan kasus, berusaha memberikan contoh teladan bagi para santri agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang beradab, santun, dan penuh kasih sayang.
Namun, terlepas dari upaya-upaya positif yang dilakukan oleh banyak pesantren, kasus-kasus kekerasan yang muncul ini mengingatkan kita akan pentingnya kehati-hatian dalam memilih pesantren yang tepat untuk anak-anak kita. Orang tua harus benar-benar memastikan bahwa pondok pesantren yang dipilih memiliki reputasi yang baik, memiliki pengasuh yang memiliki integritas dan kualifikasi yang jelas, serta memiliki sistem pendidikan yang sehat dan aman. Dalam memilih pesantren, orang tua juga harus mencari tahu latar belakang pesantren tersebut, apakah sudah memiliki sistem perlindungan yang memadai untuk para santri, serta apakah pengajar dan pengasuh di sana memiliki sanad keilmuan yang jelas.
Kekhawatiran orang tua yang muncul akibat berita-berita miring tentang kekerasan di pesantren sebenarnya wajar. Namun, orang tua tidak boleh langsung mengeneralisasi seluruh pesantren berdasarkan beberapa kasus yang terjadi. Pesantren tetap memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan agama dan moral anak-anak kita. Yang perlu diperhatikan adalah memastikan bahwa pesantren yang dipilih benar-benar memiliki standar yang baik dalam hal pendidikan dan perlindungan anak.
Untuk pesantren itu sendiri, diharapkan dapat terus meningkatkan kualitas pendidikan mereka, serta melakukan upaya nyata dalam menanggulangi dan mencegah segala bentuk kekerasan. Pesantren harus lebih tegas dalam menangani pelaku kekerasan, baik itu kekerasan fisik maupun seksual, dan memberikan perlindungan yang maksimal kepada korban. Penting bagi pesantren untuk membangun kepercayaan publik dengan cara menjaga keamanan, mengedepankan prinsip moral, dan memastikan bahwa setiap santri merasa aman dan terlindungi selama berada di sana.
Sebagai lembaga pendidikan yang memiliki peran besar dalam membentuk karakter bangsa, pesantren harus terus berupaya untuk memperbaiki citra mereka. Hal ini tidak hanya penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat, tetapi juga untuk memastikan bahwa pesantren tetap menjadi tempat yang aman, nyaman, dan penuh dengan nilai-nilai agama yang positif bagi generasi mendatang. Oleh karena itu, kolaborasi antara pesantren, orang tua, dan masyarakat sangat diperlukan agar pesantren dapat menjalankan perannya dengan baik, mencetak generasi unggulan yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia, serta menjaga nama baik pesantren sebagai lembaga pendidikan yang terpercaya dan penuh kasih sayang.