OpiniPendidikan

Antara Hafalan dan Pemahaman: Menyikapi Menjamurnya Penghafal Al-Qur’an di Indonesia

Antara Hafalan dan Pemahaman: Menyikapi Menjamurnya Penghafal Al-Qur’an di Indonesia

Di Indonesia, program tahfidz Al-Qur’an semakin diminati, dengan banyak lembaga pendidikan yang menawarkan kesempatan untuk menghafal Al-Qur’an. Fenomena ini menunjukkan betapa besar semangat masyarakat untuk menghafal kitab suci, namun di balik itu muncul pertanyaan mendasar: apakah hanya menghafal Al-Qur’an sudah cukup, ataukah kita juga perlu memperhatikan pemahaman terhadap makna dan tafsir ayat-ayat yang kita hafalkan?

K.H. Muhammad Abdurrohman AL- Kautsar atau yang lebih akrab dipanggil Gus Kautsar, dalam ceramahnya pada 4 Januari 2022 di Pondok Pesantren Hamalatul Qur’an, menjelaskan dengan jelas bahwa hadis “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya” bukan hanya tentang menghafal Al-Qur’an. Lebih dari itu, yang dimaksud dalam hadis ini adalah mereka yang tidak hanya menghafal, tetapi juga memahami tafsir dan makna ayat-ayat tersebut, serta mengajarkan dan mengamalkan ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan mereka. Ini menunjukkan bahwa hafalan Al-Qur’an yang dimiliki seseorang harus dibarengi dengan pemahaman yang mendalam dan pengamalan yang konsisten.

Hal ini juga sejalan dengan pesan Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin Juz 1, Bab Keutamaan Ilmu, yang mengatakan bahwa ilmu adalah cahaya yang menerangi hati. Tanpa ilmu, kita bisa tersesat. Begitu pula dengan Al-Qur’an, ia hanya bisa memberikan manfaat yang maksimal jika dipahami dengan benar. Menghafal tanpa pemahaman hanya akan menjadikan kita sebagai pembaca teks tanpa benar-benar menghayati maknanya.

Pemahaman yang baik terhadap tafsir Al-Qur’an sangat penting untuk memastikan kita bisa mengaplikasikan ajaran-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, ketika seseorang menghafal ayat tentang kesabaran, pemahaman tafsir memungkinkan mereka untuk tahu kapan dan bagaimana menerapkannya dalam berbagai situasi hidup. Tanpa pemahaman yang mendalam, seseorang mungkin hanya menghafal kata-kata tanpa dapat menjalankan makna yang terkandung di dalamnya.

Pendidikan tahfidz yang ideal tidak hanya berfokus pada hafalan, tetapi juga perlu mengintegrasikan pemahaman tafsir dan pengamalan ajaran Al-Qur’an. Pendekatan holistik ini sangat penting untuk mencetak penghafal Al-Qur’an yang tidak hanya fasih membaca, tetapi juga bijaksana dalam menerapkan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa lembaga tahfidz di Indonesia sudah mulai menyadari pentingnya aspek ini dengan menambahkan pendidikan tafsir dan fiqh, serta melibatkan penghafal dalam kegiatan sosial sebagai bentuk pengamalan nilai-nilai Al-Qur’an.

Untuk meningkatkan kualitas program tahfidz, ada beberapa langkah yang bisa diambil, antara lain: mengintegrasikan pendidikan tafsir dalam kurikulum tahfidz, mendorong pengamalan ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan nyata, dan memperkuat pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Al-Qur’an. Dengan pendekatan yang lebih holistik ini, kita dapat memastikan bahwa penghafal Al-Qur’an tidak hanya menjadi penghafal yang mahir, tetapi juga pribadi yang mampu mengaplikasikan ajaran Al-Qur’an dalam tindakan nyata di masyarakat.

Fenomena meningkatnya jumlah penghafal Al-Qur’an di Indonesia adalah hal yang sangat menggembirakan, tetapi agar dampaknya lebih besar, kita perlu memastikan bahwa mereka tidak hanya menghafal, tetapi juga memahami dan mengamalkan Al-Qur’an. Dengan pendidikan yang lebih menyeluruh, kita bisa mencetak generasi yang tidak hanya pintar membaca Al-Qur’an, tetapi juga bijaksana dalam bertindak sesuai dengan ajaran-ajaran nya.

Penulis: Muhammad Syuaib

Redaksi Alkanews

ALKANEWS.COM adalah media digital berbagi informasi, refleksi dan opini sebagai upaya untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa, umat dan negara melalui karya tulis pemikiran dan perspektif personal dan akademis. Kontributor umumnya adalah santri, alumni dan civitas akademika Al-Khoirot. Juga terbuka pada kontribusi dari luar. Tulisan dapat berbentuk prosa (refleksi, opini dan esai ilmiah) dan sastra-fiksi (puisi, cerpen dan cerita bersambung atau novel). Bahasa pengantar dapat berupa bahasa Indonesia, Inggris dan Arab.