OpiniPendidikan

Anak Zaman Now: Harapan atau Kegelisahan?

Anak Zaman Now: Harapan atau Kegelisahan?

Setiap generasi pasti punya tantangan dan keresahannya sendiri. Orang tua kita dulu mungkin dipusingkan dengan TV hitam putih atau budaya nongkrong sampai larut malam. Sekarang, kita yang merasa gelisah melihat anak-anak tumbuh di era digital, di mana dunia mereka lebih banyak terjadi di layar dibandingkan di dunia nyata.
Sebagai orang yang tumbuh tanpa media sosial di masa kecil, kita mungkin bertanya-tanya: Apakah mereka benar-benar siap menghadapi hidup?
Dunia Digital: Kemudahan atau Ketergantungan?
Dulu, kalau ingin tahu sesuatu, kita harus membaca buku, bertanya pada orang yang lebih tahu, atau mencari informasi dengan usaha lebih. Sekarang? Semua ada di ujung jari. Kedengarannya luar biasa, tapi justru di sinilah letak kekhawatirannya.
Anak-anak zaman sekarang tumbuh dalam dunia yang serba instan. Mau tahu sesuatu? Google. Mau teman? Media sosial. Mau hiburan? TikTok dan YouTube. Semua ada dalam hitungan detik. Akibatnya, mereka jadi kurang terbiasa dengan proses panjang, dengan kerja keras yang butuh waktu, dengan kesabaran dalam meraih sesuatu.
Bukan berarti mereka malas—tidak sama sekali. Tapi dunia mereka memang berbeda. Segalanya berjalan lebih cepat, lebih praktis, dan lebih mudah. Masalahnya, apakah itu menjadikan mereka lebih siap menghadapi hidup?
Nilai-Nilai yang Bergeser
Dulu, kita diajarkan bahwa kerja keras dan kesabaran adalah kunci sukses. Sekarang, sukses sering diukur dari seberapa viral seseorang di media sosial. Banyak anak muda lebih memilih jadi influencer daripada dokter, lebih sibuk mengejar engagement daripada pengalaman nyata.
Kita sering melihat anak-anak yang lebih peduli pada jumlah likes dibandingkan dengan membangun koneksi yang bermakna. Apakah ini salah mereka? Tidak sepenuhnya. Mereka hanya mengikuti apa yang dunia tunjukkan pada mereka. Jika dunia memberi tahu mereka bahwa popularitas lebih penting dari karakter, maka itulah yang mereka kejar.
Tapi kita juga tidak bisa menutup mata. Banyak anak muda yang luar biasa kreatif, berani, dan punya semangat inovasi tinggi. Mereka membangun bisnis sejak remaja, menciptakan tren, dan bahkan memimpin gerakan sosial. Hanya saja, tantangan mereka berbeda. Bukan soal bisa atau tidak bisa sukses, tapi bagaimana mereka menemukan keseimbangan antara dunia digital dan dunia nyata.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Kita bisa terus mengkritik anak-anak zaman sekarang, atau kita bisa memilih untuk memahami mereka. Kita bisa jadi pendamping, bukan hakim.
Sebagai orang tua, guru, atau siapa pun yang peduli dengan generasi ini, kita harus hadir. Bukan dengan ceramah panjang, tapi dengan keterlibatan nyata. Jika mereka tenggelam dalam dunia digital, ajak mereka mengalami dunia nyata. Jika mereka terlalu sibuk mengejar validasi online, tunjukkan bahwa ada kebahagiaan di luar itu.
Dunia berubah, dan mereka sedang belajar menyesuaikan diri. Alih-alih takut, mungkin sudah waktunya kita bertanya: Apakah kita siap mendampingi mereka?

Biodata Penulis :
* Nama : M Taufik Ismail Siregar
* Ttl : Jambi, 14 juni 2002
* Alamat : Perum Bougenville blok DL 07, kec Alam Barajo, Kota Jambi, Provinsi Jambi
* Pendidikan : Proses Pascasarjana Universitas Al Qolam
* Profesi : Pengajar
* No wa :0895622036149

Redaksi Alkanews

ALKANEWS.COM adalah media digital berbagi informasi, refleksi dan opini sebagai upaya untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa, umat dan negara melalui karya tulis pemikiran dan perspektif personal dan akademis. Kontributor umumnya adalah santri, alumni dan civitas akademika Al-Khoirot. Juga terbuka pada kontribusi dari luar. Tulisan dapat berbentuk prosa (refleksi, opini dan esai ilmiah) dan sastra-fiksi (puisi, cerpen dan cerita bersambung atau novel). Bahasa pengantar dapat berupa bahasa Indonesia, Inggris dan Arab.