ArtikelHikmah

Pernikahan di Bawah Umur: Untuk Menjauhi Zina atau Memenuhi Kemauan Semata?

Pernikahan adalah salah satu ibadah besar dalam Islam yang bertujuan untuk menciptakan ketenangan, kasih sayang, dan cinta kasih (mawaddah wa rahmah) sebagaimana disebutkan dalam Surah Ar-Rum (30:21). Namun, di tengah masyarakat kita, fenomena pernikahan di bawah umur kerap menjadi perdebatan. Apakah pernikahan dini dilakukan demi menjauhi zina atau justru menjadi alat pemuas keinginan sebagian pihak, baik individu maupun keluarga?

Motif Pernikahan Dini: Ibadah atau Kemauan?

Banyak pihak beralasan bahwa pernikahan dini dilakukan untuk menghindari zina. Dalil yang sering digunakan adalah sabda Rasulullah SAW, “Wahai para pemuda, barang siapa yang mampu menikah, maka menikahlah; karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Akan tetapi, apakah benar pernikahan dini selalu menjadi solusi untuk menghindari zina?

Pada kenyataannya, kesiapan fisik, mental, dan emosional sering diabaikan. Anak-anak yang menikah dini belum tentu memahami esensi pernikahan yang sesungguhnya. Dalam banyak kasus, pernikahan dini lebih disebabkan oleh tekanan budaya, kemauan orang tua, atau bahkan karena dorongan sosial untuk menghindari aib jika anak terlihat menjalin hubungan di luar nikah.

Pernikahan: Bukan Sekadar Legalitas Hubungan

Al-Qur’an menekankan pentingnya kematangan dalam pernikahan. Dalam Surah An-Nisa (4:6), Allah memerintahkan untuk menguji anak-anak yatim hingga mereka cukup matang untuk menikah. Kematangan ini mencakup aspek fisik, emosional, dan kemampuan untuk menjalankan tanggung jawab sebagai suami, istri, atau bahkan orang tua.

Pernikahan bukan hanya soal menghindari dosa zina, tetapi juga komitmen besar dalam kehidupan. Anak-anak yang menikah dini sering kali belum siap menghadapi tanggung jawab besar ini, yang justru dapat menimbulkan permasalahan baru seperti kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, dan masalah kesehatan reproduksi. Data menunjukkan bahwa anak perempuan yang menikah dini berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi kehamilan yang dapat membahayakan jiwa mereka.

Dampak Buruk Pernikahan Dini

  1. Kesehatan Fisik dan Psikologis
     Menurut Surah Luqman (31:14), seorang ibu mengemban tugas besar selama kehamilan dan menyusui. Pada usia dini, tubuh anak perempuan belum sepenuhnya siap untuk tugas-tugas ini, sehingga rentan terhadap risiko kesehatan seperti stunting pada bayi dan komplikasi saat melahirkan.
  2. Ketidaksiapan Mental
     Pernikahan dini sering kali mengabaikan kesiapan mental. Anak-anak yang belum dewasa secara emosional akan kesulitan dalam menyelesaikan konflik rumah tangga, membesarkan anak, atau bahkan menjalankan komunikasi yang sehat dengan pasangan.
  3. Gangguan Pendidikan dan Masa Depan
     Pernikahan dini sering kali memutus pendidikan anak, terutama bagi perempuan. Hal ini mempersempit peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan layak, yang pada akhirnya dapat memperburuk kondisi ekonomi keluarga.

Islam Mengajarkan Kesiapan, Bukan Pemaksaan

Dalam Islam, pernikahan bukanlah solusi instan untuk semua masalah. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nur (24:32), “Dan kawinkanlah orang-orang yang layak untuk menikah.” Ayat ini menggarisbawahi pentingnya kelayakan dan kesiapan sebelum seseorang menikah. Kelayakan ini tidak hanya mencakup usia, tetapi juga kemampuan untuk menjalankan peran sebagai pasangan hidup dan orang tua.

Solusi Alternatif: Pendidikan dan Penanaman Nilai Agama

Daripada menjadikan pernikahan dini sebagai solusi untuk menjauhi zina, pendidikan agama yang baik dan pengawasan orang tua yang bijaksana dapat menjadi alternatif. Anak-anak perlu diajarkan tentang pentingnya menjaga diri dari perbuatan dosa tanpa harus tergesa-gesa menikah. Selain itu, program pendidikan seksual yang berbasis nilai agama juga dapat membantu anak-anak memahami risiko hubungan di luar nikah dan pentingnya menunda pernikahan hingga mereka benar-benar siap.

Kesimpulan

Pernikahan dini bukanlah solusi yang ideal untuk menjauhi zina, terutama jika dilakukan tanpa mempertimbangkan kesiapan fisik, mental, dan emosional. Sebaliknya, Islam mengajarkan bahwa pernikahan adalah tanggung jawab besar yang membutuhkan kematangan dan persiapan yang matang. Sebelum memutuskan menikahkan anak di usia dini, setiap keluarga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap masa depan anak dan masyarakat secara keseluruhan.

Pernikahan bukan hanya tentang legalitas hubungan, tetapi juga tentang membangun keluarga yang sehat, bahagia, dan penuh berkah. Dengan pemahaman yang benar, masyarakat dapat menghindari praktik pernikahan dini yang tidak sehat dan lebih fokus pada pembentukan generasi yang berkualitas.

Laila Afifah
+ posts

Saya merupakan seorang mahasiswa S1 Bimbingan dan Penyuluhan Islam semester 7 di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Laila Afifah

Saya merupakan seorang mahasiswa S1 Bimbingan dan Penyuluhan Islam semester 7 di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.