Menuas Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Umum di Indonesia
Opini:
Menuas Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Umum di Indonesia
Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah dasar umum (bukan berbasis islam) di Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan moralitas peserta didik. Namun, meskipun sudah ada kurikulum yang dirancang dengan tujuan untuk mendidik generasi muda agar memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam, terdapat sejumlah kekurangan yang patut menjadi perhatian, terutama terkait dengan waktu pembelajaran dan arah tujuan pembelajaran.
Kekurangan Waktu Belajar dan Praktek
Salah satu masalah utama dalam Pendidikan Agama Islam di sekolah dasar umum adalah keterbatasan waktu belajar. Kurikulum Merdeka yang mana juga mengatur tentang Pendidikan Agama Islam di sekolah dasar sering kali dibatasi oleh alokasi waktu yang tidak memadai jika dibandingkan sekolah islam yang terkesan mengajarkan agama islam setiap hari. Peserta didik diberikan sedikit waktu untuk benar-benar mendalami ajaran agama, sementara materi yang diajarkan sangat luas dan membutuhkan pemahaman yang mendalam serta praktik langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Padahal, Pendidikan Agama Islam seharusnya tidak hanya mengajarkan teori atau pengetahuan tentang ajaran agama, tetapi juga harus mencakup praktik yang relevan dengan kehidupan peserta didik. Misalnya, praktik ibadah seperti sholat, puasa, dan zakat yang harus dijelaskan dengan cara yang mudah dipahami oleh anak-anak. Waktu yang terbatas membuat materi-materi seperti ini sering kali hanya diajarkan secara teori, tanpa memberikan kesempatan yang cukup bagi peserta didik untuk berlatih dan mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari.
Kurangnya Arah Pembelajaran pada Aspek Peribadahan
Selain masalah waktu, ada pula masalah dalam hal alur tujuan pembelajaran yang kurang fokus pada peribadahan. Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah dasar, meskipun telah mencakup berbagai aspek penting dalam ajaran agama, sering kali lebih menekankan pada pengetahuan teori seperti tafsir, sejarah Islam, dan akidah, daripada memberikan penekanan yang cukup pada pembelajaran tentang peribadahan yang seharusnya menjadi inti dari ajaran agama Islam itu sendiri.
Padahal, tujuan utama dari pendidikan agama Islam adalah membentuk individu yang tidak hanya memahami ajaran agama, tetapi juga mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam hal ibadah. Anak-anak perlu diberikan pemahaman yang kuat dan praktis mengenai bagaimana cara melaksanakan sholat, berdoa, berpuasa, dan melakukan ibadah lainnya. Pendidikan agama Islam yang lebih menekankan pada aspek peribadahan akan membantu anak-anak untuk lebih menghargai dan meresapi makna dari setiap ibadah yang mereka lakukan, serta memahami bagaimana ibadah dapat membentuk karakter dan moral mereka.
Solusi dan Harapan
Untuk mengatasi kekurangan ini, diperlukan revisi dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah dasar yang tidak hanya menambah alokasi waktu pembelajaran, tetapi juga lebih fokus pada pengembangan keterampilan praktik peribadahan. Keterlibatan langsung peserta didik dalam praktik ibadah, seperti melaksanakan sholat berjamaah, menghafal doa-doa pendek, dan memahami syarat sahnya ibadah, harus menjadi bagian integral dalam kurikulum.
Selain itu, para guru agama islam di sekolah dasar umum juga perlu diberikan pelatihan lebih dalam tentang bagaimana mengajarkan aspek peribadahan dengan cara yang menarik dan aplikatif. Penggunaan metode yang lebih interaktif dan kontekstual, serta pemberian kesempatan untuk berlatih secara langsung, akan sangat membantu peserta didik dalam menginternalisasi nilai-nilai agama Islam dalam kehidupan mereka.
Pada akhirnya, pendidikan agama Islam di sekolah dasar harus berperan lebih dari sekadar sebagai sarana untuk menambah pengetahuan tentang agama, tetapi juga sebagai wahana untuk membentuk generasi yang berakhlak mulia, taat beribadah, dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama Islam.
Oleh :
MAR’ATUL FITRIAYU AZIZAH, S.Pd & Dr. K. MUHAMMAD HUSNI, M.PdI