ArtikelHikmah

Pentingnya Manusia Memiliki Etika yang Baik dalam Menjalani Kehidupan

Manusia adalah makhluk sosial, karena manusia hidup bersama dengan manusia yang lainnnya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Aristoteles (384-322 sebelum M) dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, karya Drs. C.S.T Kansil S.H, “manusia adalah Zoon Politicoon.” Dengan artian, bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk yang hidup bermasyarakat dan suka bergaul dengan manusia yang lainnya, oleh karenanya manusia disebut sebagai makhluk sosial[1]. Tentunya, dengan hidup bermasyarakat pasti ada etikanya, entah itu etika kepada orangtua ataupun kepada manusia yang lainnya. Adapun arti etika sendiri menurut KBBI edisi ke-V  disebutkan, “ilmu tentang hal-hal yang baik ataupun yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq).” Maksud etika dalam pembahasan tulisan ini adalah etika yang baik, mengapa demikian? Karena, dengan memiliki etika yang baik, maka akan disenangi oleh banyak orang.

Allah Swt berfirman dalam kitabnya, Q.S Al-Baqarah: 83

وَاِذْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ لَا تَعْبُدُوْنَ اِلَّا اللّٰهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَّاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَۗ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْكُمْ وَاَنْتُمْ مُّعْرِضُوْنَ

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika kamu mengambil janji dari Bani Israil, “janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada orangtua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang.”

Rasulullah Saw bersabda:

عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَا صَالِحَ لْأَخْلَاقِ

 Artinya: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda: Aku diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq yang baik”

Pembahasan isi dari tulisan ini membahas tentang contoh-contoh etika yang baik dalam ranah lingkungan rumah tangga. Dengan mamahami dan melaksanakan contoh-contoh berikut ini, insya Allah kita akan memahami bagaimana aturan-aturan atau etika yang harus dilakukan dalam menjalani kehidupan dalam ranah lingkungan tersebut. Ada beberapa akhlak yang perlu ditanamkan dalam jati diri personil masing-masing antara ayah, ibu, dan anak dalam menjalin kehidupan di lingkungan rumah tangga. Dalam kitab Maraqi Al-‘Ubudiyah Syarhi ‘Ala Bidayah Al-Hidayah, karya Syekh Muhammad Nawawi Ibn ‘Umar Al-Jawi, disebutkan tentang etika seorang anak kepada kedua orangtua (orangtua yang muslim), yaitu:

  1. Mendengarkan ucapan kedua orangtua tanpa menjawabnya, meskipun ucapannya tersebut mengandung unsur cacian atau makian. Adapun penjelasan penulis terkait hal ini adalah seorang anak hendaknya mendengarkan apa-apa yang diucapkan orangtua kepadanya, lebih-lebih ketika ia sedang marah bahkan sampai melontarkan ucapan yang membuat hatinya tidak enakpun, seperti ungkapan yang mengandung unsur cacian atau makian, ia tetap harus mendengarkan tanpa membalas ucapannya. Kenapa demikian? Sebab, jika ia membalas ucapan orangtuanya, maka terkesan tidak sopan. Beda halnya ketika anak dipanggil oleh orangtuanya, maka ia wajib menjawabnya.
  2. Ikut berdiri ketika orangtua berdiri, sebagai bentuk tanda rasa hormat sang anak kepada orangtua
  3. Mentaati perintah kedua orangtua. Adapun penjelasan penulis terkait “mentaati perintah kedua orangtua” maksudnya adalah mentaati dalam konteks tidak melanggar syari’at. Jika perintahnya melanggar atau menyeleweng dari syari’at maka anak tidak mengapa   menghindari perintahnya dengan cara tidak mematuhinya. Misal, Ayah menyuruh anaknya untuk meminum-minuman yang dapat memabukkan, orangtua menyuruh anaknya untuk berzina, orangtua menyuruh anaknya untuk mencuri dll.
  4. Sebagai bentuk rasa ta’dhim seorang anak, hendaknya ia tidak berjalan di hadapan (depan) orangtuanya
  5. Tidak mengeraskan suara melebihi suara kedua orangtuanya. Sebagaimana tambahan penulis mengenai hal ini, yaitu memberikan pesan moral kepada kita untuk selalu berkata lirih kepada siapapun, sama saja kepada orangtua maupun oranglain.
  6. Hendaknya ketika dipanggil kedua orangtua dijawab dengan jawaban atau suara yang halus untuk menunjukkan rasa ta’dhim seorang anak kepadanya. Penulis juga memberikan dukungan sebagai penguat ungkapan ini, yaitu disebutkan dalam Q.S Al-Isra: 23. Bahwa kita dilarang untuk membentak kedua orangtua dengan kata-kata yang dapat menyakitkan hatinya, dalam ayat ini disebutkan contohnya yaitu dengan berkata “uf” serta disuruh untuk berkata baik kepada orangtua
  7. Berusaha membahagiakan kedua orangtua dengan segala cara, sama saja dalam hal bertindak maupun berkata. Tentunya, bertindak di sini dengan cara yang sopan dan berkata dengan ucapan yang santun. Sebenarnya ada banyak cara untuk membahagiakan orangtua, termasuk tambahan dari penulis, yaitu: membahagiakan dengan cara berprestasi dalam bidang akademik maupun non-akademik
  8. Tawadhu’ kepada kedua orangtua dengan cara bersikap ramah
  9. Hendaknya tidak mengunkit-ungkit perbuatan baik yang telah dilakukannya, karena ketika perbuatan baik diungkit-ungkit dampaknya dapat merusak hati
  10. Tidak boleh memandang orangtua dengan tatapan marah
  11. Hendaknya seorang anak menunjukkan ekspresi wajah ceria (tidak cemberut) dihadapan orangtuanya
  12. Meminta izin kepada kedua orangtua ketika hendak bepergian. Mengapa demikian? Sebab ketika seorang anak bepergian tanpa sepengetahuan orangtuanya dengan artian tanpa adanya izin darinya, hal ini malah membuat hati orangtua cemas, resah, gelisah terhadapnya karena ia takut terjadi apa-apa terhadapnya. Sama saja, baik anak laki-laki maupun perempuan

Adapun etika seorang anak kepada orangtua yang non-muslim (kafir), yaitu: mentaati segala perintahnya kecuali dalam urusan yang ada sangkut pautnya dengan agama dan memberlakukan keduanya dengan cara yang halus dan sabar.

Tidak hanya anak saja yang harus memiliki etika kepada orangtua, bahkan orangtuapun hendaknya juga demikian. Imam Al-Ghazali menyebutkan ada lima akhlaq orangtua terhadap anak-anaknya[2].

أداب الوالد مع أولاده : يعينهم على البره، ولا يكلفهم من البر فوق طاقتهم، ولايلح عليهم في وقت ضجرهم ولايمنعهم من طاعة ربهم، ولايمن عليهم بتربيتهم

Artinya: Adapun etika orangtua terhadap seorang anak, yaitu:

  1. Membantu mereka untuk melakukan perbuatan baik kepadanya. Termasuk tambahan penulis terkait maksud dari ungkapan tersebut adalah membantu dengan cara mencontohkan perbuatan baik di mulai dari dirinya. Sebab pengaruhnya lebih besar terhadap anak-anaknya. Misal, Ayah melarang anaknya untuk tidak merokok. Kemungkinan besar peluang anak untuk tidak merokok bila ayahnya juga tidak merokok
  2. Tidak memaksa mereka untuk melakukan perbuatan baik melebihi standart kemampuanya
  3. Tidak memaksakan kehendak kepada mereka di saat susah. Maksud dari perkataan tersebut adalah ketika anaknya sedang susah, hendaknya orangtua menghiburnya dengan berbagai cara. Misal, mengajak anaknya untuk pergi hiburan ke wisata atau dengan cara memberinya hadiah, sekiranya dapat membuat hatinya gembira lagi. Dengan cara demikian, maka semangat anak untuk belajar akan bangkit kembali. Begitujuga ketika ia melakukan aktifitas sehari-harinya akan kembali seperti semula. Tentunya yang dimaksud aktifitas di sini adalah aktifitas yang mengandung unsur positif
  4. Tidak mencegah anak-anaknya untuk melakukan melakukan perbuatan taat kepada Allah Swt
  5. Tidak membuat mereka sengsara disebabkan pendidikan yang salah. Sebagaimana tambahan penulis berikut, yaitu: hendaknya orangtua membekali anaknya ilmu agama dengan cara memondokkannya, sebab dengan mondok mereka dapat mengetahui dan mendapatkan banyak ilmu tentang agama. Tentunya pondok pesantren di sini adalah pesantren yang ajarannya menganut aliran Ahlussunnah Waljamaah.

Baca juga : Gemar Pamer Kekayaan, Bikin Sulit Dapat Teman?

Sumber Referensi:

Nawawi, Ibn ‘Umar Al-Jawi Muhammad. (1875). Maraqi Al-‘Ubudiyah Syarhi ‘Ala Bidayah Al-Hidayah. Surabaya: Toko Kitab Imam.

Kansil, Christine S.T, S.H. (1986). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Cetakan VII. Jakarta: Balai Pustaka.

Ishom, Muhammad (21 Desember 2017). “Lima Adab Orang Tua Kepada Anak Menurut Imam Al-Ghazali”. https://islam.nu.or.id.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2017). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. https://kbbi.kemdikbud.go.id.

Mukri, Rusdiono (12 Juni 2022). “Kajian Surah Al-Baqarah Ayat 83: Menjelajahi Dibukanya Pintu Surga Bagi Orang Yang Berakhlq Mulia”. https://gontornews.com.

[1] Kansil, Christine S.T, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, cetakan VII (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hal. 29.

[2] Muhammad Ishom, “Lima Adab Orang Tua Kepada Anak Menurut Imam Al-Ghazali”, https://islam.nu.or.id (diakses pada 21 Desember 2017).

mukhlis
+ posts

Salah satu mahasiswa program studi Ahwal Syakhsiyah di IAI Al-Qolam Malang, Juga masih aktif menjadi santri Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang. Jangan lupa kunjungi Blog saya.

Avatar

Muhammad Mukhlis

Salah satu mahasiswa program studi Ahwal Syakhsiyah di IAI Al-Qolam Malang, Juga masih aktif menjadi santri Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang. Jangan lupa kunjungi Blog saya.