Muhasabah Diri dengan Selalu Mengingat Kepada Allah
Pada zaman ini, banyak masyarakat yang cenderung mengutamakan kepuasan duniawi, sehingga mereka terkadang melupakan nilai-nilai dan jati diri mereka sendiri. Perilaku ini seringkali membuat mereka merasa superior, sombong, kurang bersyukur, dan menggunakan waktu dengan hal-hal yang kurang bermanfaat. Meskipun begitu, melakukan introspeksi diri dapat membantu menciptakan kedamaian dan memberikan manfaat yang lebih besar.
Intropeksi diri, atau yang dalam konteks Islam disebut sebagai muhasabah, memiliki makna secara etimologis sebagai bentuk perhitungan atau introspeksi. Dalam perspektif Islam, muhasabah adalah cara untuk memperbaiki, melatih, membersihkan, dan menyucikan hati. Keimanan dan keyakinan kepada Allah SWT menjadi pendorong utama seseorang untuk melakukan muhasabah, yakin bahwa Allah akan menghitung semua amal perbuatan hamba-Nya.
Muhasabah juga mencakup introspeksi diri, yakni mengoreksi perbuatan, ucapan, dan pikiran sehari-hari. Praktik ini sangat dianjurkan dalam ajaran Islam dan diwujudkan oleh Rasulullah SAW. Salah satu dalil yang relevan dengan muhasabah diri adalah ayat Al Qur’an, yakni Qs. Al Hasyr: 18-19, yang akan dibahas lebih lanjut dalam artikel ini. Melalui muhasabah diri, diharapkan manusia dapat menjalani hidupnya dengan lebih baik dan bermakna.
Ayat Al-Qur’an yang terkait dengan Muhasabah diri
Al-Qur’an surah Al-Ḥasyr ayat 18
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bertaqwa kepada Allah dan selalu memperhatikan amal perbuatan kalian untuk kehidupan akhirat. Bertaqwalah kepada Allah, karena Dia sangat teliti terhadap semua tindakan yang kalian lakukan.”
Dalam Tafsir tahlili, dijelaskan bahwa kepada orang-orang beriman diserukan untuk menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ini termasuk memurnikan ketaatan dan tunduk hanya kepada Allah, menghindari segala bentuk syirik, melaksanakan ibadah wajib, dan menjaga hubungan baik dengan sesama manusia.
Dalam ayat lain, Qs. al-Baqarah/2: 177, dijelaskan tanda-tanda orang yang bertaqwa. Takwa dalam konteks ini memiliki beberapa makna, antara lain: pertama, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan diajarkan oleh Rasulullah, seperti yang diungkapkan dalam ayat sebelumnya. Kedua, memiliki ketakutan untuk melanggar perintah Allah dan menjaga diri dari perbuatan dosa.
Baca juga: Manusia Pasti Punya Salah, Namun Tetap Punya Jejak Kebaikan
Orang yang bertaqwa kepada Allah diimbau untuk selalu mempertimbangkan dan menilai apakah tindakan mereka membawa manfaat bagi kehidupan akhirat. Semua yang dilakukan seharusnya memberikan manfaat di akhirat. Selain itu, seseorang harus mempertimbangkan apakah perbuatannya sesuai dengan ajaran agama atau tidak. Jika lebih banyak tindakan yang dilarang oleh Allah, seseorang harus berusaha menutupinya dengan amal-amal saleh. Secara singkat, ayat ini menegaskan perlunya manusia untuk selalu introspektif, mempertimbangkan segala tindakan sebelum dihisab oleh Allah di akhirat. Peringatan terakhir dalam ayat ini menekankan pentingnya bertaqwa kepada Allah, karena Dia mengetahui semua yang dikerjakan hamba-Nya, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, yang lahir maupun yang batin, dan tidak ada yang terlewat dari pengetahuan-Nya.
Lanjut Al-Qur’an surah Al-Ḥasyr ayat 19
وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ اَنْفُسَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْن
“Janganlah kita menjadi seperti mereka yang melupakan Allah sehingga Dia menjadikan mereka melupakan diri mereka sendiri, yang disebut sebagai orang-orang fasik.”
Dalam Tafsir Wajiz, dijelaskan bahwa Allah mengingatkan orang beriman agar tidak terlena dan lupa bahwa Allah senantiasa mengawasi kehidupan manusia. Mereka yang hanya mengejar kenikmatan dunia tanpa memperhatikan kehidupan setelah mati, menjadi manusia yang terputus akar kemanusiaannya. Mereka ini disebut fasik, yakni mereka yang terjerumus dalam dosa dan perbuatan keji.
Muhasabah diri memiliki pengaruh dan manfaat yang besar:
- Dengan bermuhasabah, seseorang menjadi kritis terhadap dirinya dalam memenuhi hak Allah. Menegur orang lain terkait hak Allah dan mengoreksi diri sendiri adalah tanda kefahaman yang mendalam.
- Muhasabah membantu dalam muraqabah, yaitu pengawasan diri. Melakukannya dengan sungguh-sungguh selama hidup dapat memberikan ketenangan pada saat kematian. Mengevaluasi dan mengoreksi diri sekarang berarti persiapkan diri untuk hari penghisaban nanti.
- Muhasabah memungkinkan perbaikan hubungan antarmanusia. Introspeksi dan koreksi diri memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan konflik interpersonal.
- Muhasabah membantu terhindar dari sifat nifak (munafik). Evaluasi diri secara terus-menerus dapat mencegah perilaku munafik.
- Dengan muhasabah, seseorang meraih ketundukan dan kehinaan di hadapan Allah.
- Manfaat paling besar adalah keberuntungan masuk Surga Firdaus dan melihat Wajah Rabb Yang Mulia. Sebaliknya, mengabaikan muhasabah dapat berakibat pada kerugian dan masuk neraka, serta terhalang dari melihat Allah dan mendapat azab pedih.”
Akhir kata
Dengan melakukan introspeksi pribadi seperti itu, seseorang akan memunculkan kesadaran terhadap dosa-dosanya. Ini mencegah mereka terjebak dalam penyesalan terkait kesalahan masa lalu. Setiap tindakan manusia, yang terekam dalam catatan, akan diminta pertanggungjawabannya. Oleh karena itu, sebaiknya manusia melakukan introspeksi diri secara rutin, mengakui kesalahan, dan segera bertaubat kepada Allah untuk memperbaiki perilakunya.
Baca juga: Harta Gono-Gini dalam Pandangan Islam