Keislaman

Mana Dalilnya? (1)

Mana dalilnya? Atau, mana Dalil Quran dan Sunnah (Hadits)-nya?

Salah satu cara kaum Salafi Wahabi (Sawah) dalam menyebarkan propaganda ajarannya adalah dengan slogannya yang terkenal:  “Berdasarkan Al-Quran dan Sunnah (hadits).” Banyak yang tertipu dengan slogan propaganda ini dan termakan hasutannya.

Maknanya, mereka ingin memberi kesan bahwa semua ajaran Wahabi itu murni berdasarkan dua sumber nash tersebut dan menolak semua pendapat yang tidak berasal dari keduanya.

Oleh karena itu, maka siapapun yang mengeluarkan pendapat soal agama di depan kaum Wahabi, maka pasti akan ditanya: Mana dalilnya?

Slogan ini memang menarik karena simpel dan mudah dipahami oleh pikiran orang awam agama. Namun, hakikatnya konsep ini bisa menyesatkan pikiran kaum awam yang ingin belajar agama karena oversimplifikasi (terlalu menyederhanakan) proses penetapan hukum syariah Islam.

Baca detail: Sistem penetapan hukum syariah menurut mazhab empat

Benarkah pendapat mereka ini? Seperti dijelaskan secara singkat di tulisan berikut, klaim mereka tak lebih dari  kampanye propaganda aliran baru yang penuh kepalsuan dan inkonsistensi serta berstandar ganda.

Al-Quran dan Sunnah

Bahwa Al-Quran dan Sunnah (hadits Nabi) merupakan dua sumber syariah Islam itu benar dan sama sekali tidak salah. Bahkan keduanya adalah sumber utama syariah Islam.

Yang salah adalah ketika kaum Wahabi menganggap bahwa Al-Quran dan Sunnah adalah satu-satunya sumber syariah Islam. Ini yang tidak benar. Karena, sumber syariah Islam itu secara umum setidaknya ada tiga yaitu: Al-Quran, Sunnah, dan ijtihad ulama. Siapapun yang tidak mengakui sumber ketiga ini, maka dia telah melakukan kebohongan besar. Termasuk Wahabi Salafi sendiri.

Syariah versi Wahabi tidak semua bersumber dari Al-Quran

Ini fakta. Walaupun kelompok ini selalu menggaungkan hanya berpedoman pada Quran dan Sunnah, tapi kenyataannya itu berlawanan dengan fakta dan realitas yang dilakukan oleh ulama dan pengikutnya. Lihat data berikut ini:

1. Kumpulan Fatwa ulama Wahabi

Ulama Wahabi level pertama seperti Bin Baz dan Ibnu Utsaimin masing-masing memiliki karya tulis yang berisi kumpulan fatwanya atas pertanyaan yang diajukan pada mereka. Berikut judul dan linknya (untuk download):

Dua kitab ini menjadi rujukan utama kalangan Wahabi dalam soal agama.

Selain karya dua ulama Wahabi di atas, mereka juga menjadikan fatwa Ibnu Taimiyah sebagai rujukan. Ibnu Taimiyah (wafat, 1328 M; 728 H) adalah ulama pelopor gerakan Salafi, yang mengilhami gerakan Wahabi. Kumpulan fatwanya dapat didownload di link berikut:

Yang patut dipertanyakan:

  1. Kalau kaum Wahabi dalam menjalankan syariah Islam hanya berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah (hadits), mengapa mereka mengandalkan fatwa para ulama Wahabi dan Salafi di atas?
  2. Begitu juga, ketiga ulama tersebut dan ulama Wahabi yang lain, mengapa melayani dan menjawab pertanyaan pengikut Wahabi? Mengapa tidak meminta para pengikutnya untuk mencari sendiri jawabannya di Al-Quran dan Sunnah?

Sebab, ketika suatu pendapat dalam syariah Islam itu keluar dari mulut seorang ulama Wahabi, maka itu adalah pendapat atau penafsiran ulama tersebut. Bukan pandangan dari Al-Quran dan/atau Sunnah. Walaupun ulama tersebut mungkin mengutip ayat Al-Quran atau hadis Nabi.

2. Fatwa yang tidak terdapat di Al-Quran dan Sunnah

Banyak fatwa ulama Wahabi yang tidak terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah alias ngarang sendiri. Berikut di antaranya:

2.1. Haramnya Rokok

Rokok menurut ulama Wahabi adalah haram. Akan tetapi ketika mereka diminta dalilnya dari Quran dan hadits, tidak ada satupun dari nash yang mampu menyebutkan secara eksplisit (mantuq) atas larangan tersebut. Yang ada hanyalah penafsiran dari suatu ayat yang kemudian dipaksa dikait-kaitkan dengan rokok. Berarti, keharaman rokok ini adalah bid’ah karena tidak berdasar pada Quran dan Sunnah secara tekstual. Dan bid’ah itu adalah sesat sebagaimana yang selalu mereka katakan.

Baca juga: Hukum Rokok dalam Islam

2.2. Tauhid Tiga Pilar (al-ushul al-salasah)

Kaum Wahabi berpedoman pada akidah tauhid tiga pilar (al-usul al-salasah) yang kemudian dibuat sebagai alat untuk mengafirkan sesama muslim yang tidak mengikutinya. Padahal tidak ada satupun ayat al-Quran dan satupun hadits sahih yang menyebutkan secara eksplisit adanya tauhid tiga pilar ini. Dengan kata lain, teori tauhid ini juga bid’ah. Dan bid’ah itu sesat menurut mereka.

Baca detail:

Tiga Sumber Syariah Islam

Sebagian orang mungkin tidak tahu bahwa sumber syariah Islam itu ada tiga. Yaitu, Al-Quran, Sunnah atau hadits sahih, dan ijtihad ulama (mujtahid). Ini berdasarkan pada sebuah hadits sahih riwayat Abu Dawud yang sangat masyhur yang dikenal dengan hadits Muadz bin Jabal:

عن الحارث بن عمرو ابن أخي المغيرة بن شعبة، عن أناس من أهل حمص، من أصحاب معاذ بن جبل، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما أراد أن يبعث معاذا إلى اليمن قال: «كيف تقضي إذا عرض لك قضاء؟»، قال: أقضي بكتاب الله، قال: «فإن لم تجد في كتاب الله؟»، قال: فبسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: «فإن لم تجد في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، ولا في كتاب الله؟» قال: أجتهد رأيي، ولا آلو فضرب رسول الله صلى الله عليه وسلم صدره، وقال: «الحمد لله الذي وفق رسول، رسول الله لما يرضي رسول الله»

Artinya: “Rasulullah ketika hendak mengutus Sahabat Muadz bin Jabal ke Yaman bertanya pada Muadz:

  • Bagaimana kamu memutuskan perkara jika diajukan perkara kepadamu dalam urusan hukum?
  • Muaz menjawab, saya akan putuskan dengan kitab Allah,
  • Nabi SAW bertanya kembali, “Bagaimana jika tidak engkau temukan dalam kitab Allah?
  • “Saya akan putuskan dengan sunnah Rasulullah, jawab Muaz.
  • Rasulullah bertanya kembali, jika tidak engkau dapatkan dalam sunnah Rasulullah dan tidak pula dalam Kitab Allah?
  • Muaz menjawab, saya akan berijtihad dengan pemikiran saya dan saya tidak akan berlebih-lebihan. Maka Rasulullah SAW menepuk dadanya seraya bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah menyamakan utusan dari utusan Allah sesuai dengan yang diridhai Rasulullah.” (HR Abu Daud, no. 3592).[1]

Di samping menjelaskan bahwa sumber syariah Islam itu ada tiga, secara implisit hadits di atas juga menjelaskan empat hal, yaitu:

  1. Bahwa Al-Quran tidak menjelaskan semua syariah Islam.
  2. Bahwa Al-Sunnah tidak menjelaskan semua syariah Islam.
  3. Bahwa di saat timbul permasalahan umat yang tidak dibahas di Al-Quran dan al-Sunnah, maka ulama mujtahid yang memiliki kompetensi di bidangnya dapat menjadi sumber rujukan atas masalah yang tidak disebut di kedua sumber utama tersebut. Hal ini sejalan juga dengan perintah dalam QS An-Nahl 16:43 “maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
  4. Bertanya pada ulama ini tidak hanya terbatas pada masalah syariah yang tidak terdapat dalam Al-Quran dan al-Sunnah, tapi juga terkait penafsiran dan maksud dari penjelasan Al-Quran dan al-Sunnah itu sendiri.
  5. Dari sini, maka muncullah fikih empat mazhab di biding hukum Islam dan tauhid tiga mazhab (Asy’ariyah, Maturidiyah, Ahlul Hadits) di bidang aqidah.

Oleh karena itu, ketika orang bertanya, “Mana dalilnya?”, maka menjadi tidak relevan apabila yang dimaksud dengan pertanyaan itu adalah dalil Quran dan hadits secara langsung.

Pertanyaan yang lebih relevan adalah:

  1. “Apa pendapat ulama soal ini dan di kitab apa?” atau saat menanyakan maksud suatu ayat Al-Quran:
  2. “Apa pendapat ulama tentang ayat ini?” atau saat menanyakan maksud suatu hadits:
  3. “Apa pendapat ulama tentang hadits sahih ini?”

Catatan kaki:

Status hadits Muadz ini menurut Dr. Wahbah Al-Zuhaili (Al-Usul al-Fiqh al-Islami, hlm. 1/227) adalah sahih.

Termasuk yang menganggap sahih hadits ini antara lain: Al-Bardzawi dalam Al-Usul, al-Juwaini dalam Al-Burhan, Ibnu al-Arabi dalam Aridah al-Ahwadzi, Khatib al-Baghdadi dalam Al-Faqih wa al-Mutafaqqih, Ibnu Taimiyah dalam Majmuk al-Fatawa (hlm. 13/364), Ibnu Katsir dalam mukkadimah Tafsir Ibnu Katsir, Ibnu al-Qayyim dalam I’lam al-Muwaqqi’in, al-Syaukani dalam Fath al-Qadir di subjudul Juz lahu Mufrad ia membahas secara khusus hadits ini. Ibnu Hajar al-Asqalani mengutipnya di al-Talkhis, hlm. 4/182.

Ahmad Fatih Syuhud
Website |  + posts

A Fatih Syuhud; adalah pengasuh Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang. Penulis masalah Islam, pendidikan, pesantren dan politik. Tulisan opininya yang pernah dimuat di Kompas, Republika, dan lain-lain sudah dibukukan dengan judul, Islam dan Politik: Sistem Khilafah dan Realitas dunia Islam. Catatan Harian-nya di fatihsyuhud.com (dalam Bahasa Inggris) pernah dinobatkan Majalah Tempo (edisi 6 Agustus 2006) sebagai #1 dari 10 Penulis Blog Terbaik. Di Al-Khoirot mengajar kitab berikut: Tafsir Jalalain, Sahih Bukhari, Al-Umm, Muhadzab, Fathul Wahab, Iqna' dan Ibanah al-Ahkam.. Buku-buku yang sudah terbit dapat dilihat di Google Play Store.

A. Fatih Syuhud

A Fatih Syuhud; adalah pengasuh Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang. Penulis masalah Islam, pendidikan, pesantren dan politik. Tulisan opininya yang pernah dimuat di Kompas, Republika, dan lain-lain sudah dibukukan dengan judul, Islam dan Politik: Sistem Khilafah dan Realitas dunia Islam. Catatan Harian-nya di fatihsyuhud.com (dalam Bahasa Inggris) pernah dinobatkan Majalah Tempo (edisi 6 Agustus 2006) sebagai #1 dari 10 Penulis Blog Terbaik. Di Al-Khoirot mengajar kitab berikut: Tafsir Jalalain, Sahih Bukhari, Al-Umm, Muhadzab, Fathul Wahab, Iqna' dan Ibanah al-Ahkam. . Buku-buku yang sudah terbit dapat dilihat di Google Play Store.