Artikel

Kurikulum Merdeka Sebuah Inovasi Pendidikan Bagi Indonesia Dalam Mewujudkan Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas

Pendahuluan

Pendidikan bermutu merupakan usaha paling ampuh dalam mewujudkan bangsa yang maju. Seperti diketahui negara-negara maju dengan segudang teknologi canggihnya di dominasi oleh masyarakat yang kualitas keilmuannya tinggi. Berdasarkan dari fenomena tersebut, maka pemerintah Indonesia sampai saat ini terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikannya melalui berbagai langkah strategisnya. Salah satunya dituangkan dalam UUD 1945 di alinea ke empat “mencerdaskan kehidupan bangsa” serta dibuatnya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur pendidkan di Indonesia.

Programme for International Student Assessment (PISA) yang di lakukan tahun 2019 di Paris, menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara. Sedangkan data UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) Report 2016, mengumumkan mutu pendidikan di Indonesia menempati peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang (Kompasiana.com 2021). Melihat data tersebut, ternyata Indonesia di tahun sebelumnya masih belum berhasil dengan sempurna meraih rangking pendidikan berkualitas dibandingkan dengan negara tetangganya seperti Malaysia dan Singapura.

Rendahnya kualitas pendidikan yang dicapai Indonesia, menjadi pendorong bagi pemerintah Indonesia untuk terus membenahi dan meningkatkan kualitas pendidikannya, mulai dari memperbaiki sistem pendidikannya dengan mengembangkan kurikulum pendidikan sesuai dengan kebutuhan zaman sampai upaya dalam memberikan fasilitas yang memadai dengan memberikan anggaran pendidikan 20% dari APBN untuk menunjang proses pembelajaran yang efektif, efisien dan berkualitas.

Dunia pendidikan memiliki proses yang bersifat dinamis. Dalam artian, pendidikan selalu dirancang untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia untuk dapat membangun peradabannya agar bisa terus mencapai kemajuan. Sehingga sudah menjadi keharusan bagi para pemangku pendidikan untuk terus berinovasi sesuai kebutuhan dan perubahan yang ada. Di Indonesia sendiri, inovasi pendidikan direalisasikan dalam bentuk pengembangan kurikulum yang terus berlanjut sampai saat ini. Hal ini dapat kita lihat dari semenjak Indonesia merdeka, kurikulum pendidikan yang ada di Indonesia terus mengalami perubahan mulai sejak tahun 1947 sampai kurikulum 2013 (Hidayat 2013). Pada tahun 2020 Menteri pendidikan yang  baru, Mas Nadiem Makarim mulai memberikan inovasi barunya guna merespon perkembangan dan kebutuhan zaman saat ini, dengan mengembangkan kurikulum sebelumnya (K13) menjadi kurikulum merdeka, meskipun masih dalam tahap penyempurnaan atau masih dikatakan prototipe.

Fenomena dilakukannya perubahan terhadap kurikulum di Indonesia tersebut, bukan tanpa alasan dan dasar yang jelas. Perubahan tersebut merupakan pengembangan yang didasarkan atas hasil analisis, evaluasi, prediksi, kebutuhan dan berbagai tantangan yang dihadapi baik internal maupun eksternal yang terus berubah. Pengembangan dan perubahan kurikulum dilakukan mengingat kurikulum merupakan produk kebijakan yang bersifat dinamis, kontekstual dan relative. Oleh karenanya prinsip dasar dalam kebijakan kurikulum adalah perubahan yang dilakukan secara terus menerus dengan di sesuaikan kepada kebutuhan dan tuntutan zamannya (Machali 2014).

Di era Revolusi Industri 4.0, sistem pendidikan yang ada dituntut untuk dapat menumbuhkan perserta didik dengan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, kreatif dan inovatif serta ketrampilan komunikasi dan kolaborasi. Disamping itu juga, peserta didik dituntut untuk memiliki keterampilan mencari, mengelola dan menyampaikan informasi serta trampil dalam menggunakan informasi dan teknologi yang ada. (Ibda, dan Rahmadi 2018).

Oleh karenanya, untuk dapat menciptakan output pendidikan di era 4.0, maka peserta didik harus dibekali dengan berbagai literasi yanga ada, seperti membangun literasi digitalisasi dan literasi membaca. Dalam mewujudkan harapan tersebut, Nadiem Makarim selaku Kemendikbud saat berpidato pada acara Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2019 mencetuskan konsep “Pendidikan Merdeka Belajar”. Konsep merdeka belajar merupakan respons terhadap kebutuhan sistem pendidikan pada era revolusi industri 4.0. Dalam pidatonya Nadiem Makarim menyebutkan merdeka belajar merupakan kemerdekaan berfikir (Mustaghfiroh 2020).

Kalau kita melihat dalam realita yang ada, dalam sistem pendidikan nasional, guru ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa. Namun dalam realita yang ada, guru terlalu banyak dibelenggu oleh aturan dibandingkan pertolongan. Guru ingin membantu peserta didiknya untuk mengejarkan ketertinggalan di kelas, akan tetapi realita yang terjadi, waktu habis digunakan dengan kesibukan mengejarkan administrasi. Guru mengetahui potensi siswa tidak dapat diukur dari hasil ujian, namun guru dikejar oleh angka  karena tuntutan dan aturan.  Guru ingin mengajak murid ke luar kelas untuk belajar dari dunia sekitanya, tetapi kurikulum yang begitu pada menutup petualangan. Guru ingin setiap murid terinspirasi, tetapi guru tidak diberi kepercayaan untuk berinovasi (Ningrum 2022).

Berangkat dari  kondisi seperti di atas, harapan di kembangkannya kurikulum Merdeka belajar, bertujuan menjadi solusi untuk dapat memberikan kebebasan berekspresi baik bagi peserta didik maupun terhadap tenaga pendidik itu sendiri, guna mengoptimalkan dan mengembangkan setiap potensi yang dimiliki oleh mereka untuk benar-benar menghasilkan output pendidikan yang berkualitas sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh para peserta didik.

Teori Pengembangan Kurikulum

Pada dasarnya pengembangan kurikulum dalam dunia pendidikan dilakukan sesuai dengan tuntutan dari perkembangan teknologi dan dinamika suatu lembaga pendidikan. Untuk mengetahui substansi diperlukannya pengembangan kurikulum dapat dilihat dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli berikut: Suparlan dalam buku Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran, mendefinisikan pengembangan kurikulum sebagai proses perencanaan dan penyusunan kurikulum yang dilakukan oleh pengembang kurikulum (curriculum developer) dan kegiatan dengan maksud agar kurikulum yang dihasilkan dapat menjadi acuan dan bahan ajar yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. (Suparlan 2011).

Sedangkan Nana Syaodih Sukmadinata dalam buku Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, mendefinisikan pengembangan kurikulum sebagai sebuah perencana, pelaksana, penilai dan pengembang kurikulum. Dalam artian, suatu kurikulum yang dikembangkan akan mampu memberikan landasan, isi, dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan peserta didik secara optimal sesuai dengan tantangan dan kebutuhan zaman (Sukmadinata 2011). Berangkat dari penjelasan para ahli tersebut, pengembangan kurikulum dapat di interpretasikan sebagai proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang di analisis berdasarkan situasi, kondisi dan tuntutan dalam memenuhi kebutuhan zaman yang sedang dijalaninya.

Mengetahui prinsip dalam pengembangan kurikulum merupakan keharusan yang dimiliki oleh para pengembang kurikulum. Dalam prinsip pengembangan kurikulum sendiri masih menjadi perdebatan dikalangan para ahli. Diantaranya menurut Oemar Hamalik, prinsip-prinsip pengembangan kurikulum harus terdiri dari prinsip yang berkenaan dengan hal-hal seperti: pengalaman siswa, konten dan proses, isu dan topik, serta melibatkan banyak kelompok, dilaksanakan pada berbagai level dan merupakan sebuah proses yang berkelanjutan (Hamalik 2007). Sedangkan Nana Syaodih Sukmadinata berpendapat, prinsip pengembangan kurikulum terdiri dari prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus. Prinsip umum mencakup: relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas. Sedangkan prinsip khusus berkenaan dengan: tujuan pendidikan (umum dan khusus), isi pendidikan, pemilihan proses belajar mengajar, pemilihan media, dan kegiatan penilaian (Sukmadinata 2011).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pengembangan kurikulum merupakan suatu rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang harus disediakan untuk peserta didik di sekolah. Pengembangan kurikulum memegang prinsip memberikan panduan dan bimbingan terhadap kemampuan yang dimiliki peserta didik dalam upaya membantu meraih potensi-potensi yang dimiliki para peserta didik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan zamannya.

Orientasi Kurikulum Merdeka Di Era 4.0

Dengan  berkembangnya  Industri  4.0,  melahirkan sebuah  Pendidikan berbasis 4.0.  Pendidikan  4.0 merupakan pendidikan berbasis  output atau Outcome-based Education (OBE). Dalam konteks ini, secara umum ada dua jenis instrumen alat ukur pendidikan, diantaranya pendidikan berorientasi kepada input dan  pendidikan  berorientasi  kepada hasil.  Pendidikan  berorientasi  kepada input,  diukur  menurut  indikator kepemilikan  “kekayaan”  lembaga  pendidikan,  seperti  keuangan,  infrastruktur,  ruang  kelas, perpustakaan,  dan sumber daya manusia yang ada,  sedangkan  output pendidikan  mengandalkan  prestasi  pendidikan,  seperti tingkat keberhasilan lulusan dengan mengukur kemampuan lulusan  untuk  mencapai  hasil  sesuai  dengan  rencana (Karnakata,  2015).  Artinya pendidikan bukan hanya sebatas konten pembelajaran saja, akan tetapi, pendidikan di era saat ini di ukur bagaimana para peserta didik berhasil dalam mencapai hasil sesuai standar-standart pendidikan yang sudah ditetapkan.

Hasil  pembelajaran  merupakan komitmen program pendidikan yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karenanya di era 4.0, salah  satu  orientasi  merdeka  belajar adalah  Outcome-based EducationOutcome-based Education merupakan  proses  pendidikan  yang berfokus  pada  pencapaian  hasil  konkret  tertentu  (pengetahuan,  kemampuan,  dan  perilaku  yang berorientasi  pada  hasil).  Proses  pencapainya Outcome-based Education melibatkan  konstruksi  kurikulum,  penilaian, dan praktik pelaporan dalam pendidikan. Oleh karenanya, pembelajaran saat ini ditujukan kepada hasil pembelajaran tingkat tinggi dan pencapaian penguasaan, bukan akumulasi kredit (Wulandari dkk. 2021).

Dirumuskannya merdeka belajar oleh Menteri pendidikan pada dasarnya untuk memberikan kesempatan belajar yang sebebas-bebasnya dan senyaman-nyamannya kepada peserta didik untuk belajar dengan santai, gembira, tenang tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat alami yang dimiliki peserta didik tanpa adanya pemaksaan untuk mempelajari dan menguasai suatu bidang pengetahuan di luar hobi dan kemampuan mereka. Sehingga peserta didik mempunyai portofolio yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya (Ahmad dkk. 2022).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, orientasi perumusan kurikulum merdeka belajar merupakan bentuk respon dari menteri pendidikan untuk dapat memenuhi tuntutan era 4.0. Di era 4.0 manusia dituntut untuk dapat memiliki ketrampilan seperti terampil dalam belajar dan berinovasi, mendapatkan informasi, median dan teknologi, komunikasi yang efektif serta terampil dalam hidup dan berkarir. Beberapa tuntutan keterampilan tersebut diharapkan akan mudah dicapai, melalui konsep memberi kebebasan belajar kepada para peserta didik untuk dapat menumbuhkan minat alaminya dengan konsep merdeka belajar yang masih dalam tahap prototipe.

Analisis Pengembangan Kurikulum Merdeka Dengan Kurikulum Sebelumnya

Kurikulum merdeka merupakan kurikulum masih dalam tahap prototipe, oleh karenanya semenjak di canangkannya kurikulum merdeka oleh menteri pendidikan. Hanya sekolah penggerak saja yang dapat menerapkannya. Namun, melihat banyaknya respon positif dari para pemangku pendidikan. Maka di tahun ini kurikulum merdeka mulai banyak diterapkan di beberapa sekolah yang memiliki kemauan dan kesiapan penuh untuk menerapkan kurikulum prototipe tersebut yang dilakukan dengan proses bertahap.

Tujuan diterapkannya kurikulum merdeka, agar beban belajar para siswa yang tidak sesuai dengan minat dan potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik akan dapat terkurangi dengan difokuskannya mereka kepada mata pelajaran yang inti saja, serta difokuskan juga kepada pembelajaran yang berbasis projek dalam mengembangkan bakat minat yang dimiliki oleh setiap peserta didik.

Tiga karakteristik utama yang ditawarkan dalam kurikulum Merdeka, diantaranya: pembelajaran berbasis projek pengembangan soft skill dan karater sesuai dengan profil pelajar pancasila, pembelajaran pada materi esensial dan stuktur kurikulum yang lebih fleksibel. Tawaran tersebut ternyata membuahkan hasil dalam tahap uji coba pertama yang dilakukan di sekolah penggerak. Hal ini sesuai yang dijelaskan Jojor dalam penelitiannya bahwa percobaan penerapan kurikulum merdeka di beberapa sekolah pengerak di tahun pertama di sambut dengan cukup baik (Jojor dan Sihotang 2022).

Melihat hasil di tahun pertama tersebut, maka pada tahun ini 2022, kurikulum merdeka tidak hanya di aplikasikan pada sekolah penggerak saja, melainkan implementasi kurikulum merdeka mulai di terapkan secara bertahap di sebagian sekolah yang sudah memiliki kesiapan yang matang untuk menerapkan kurikulum prototipe ini. Dalam implementasinya, kurikulum merdeka berdasarkan hasil analisis yang dilakukan Jojor menunjukkan  lebih baik dan sesuai dengan kultur Indonesia dari pada kurikulum 2013 (Jojor dan Sihotang 2022). Mengingat kehidupan pada era ini yang semakin kompleks menekankan pada aspek pengetahuan yang lebih luas dan komprehensif dari sebelumnya, maka penyempurnaan peserta didik melalui pengembangan potensi, bakat dan minat harus terus di upayakan .

Kurikulum merdeka belajar menjadi sebuah terobosan baru untuk memberikan kebebasan bagi peserta didik dalam mengenali potensi bakat dan minat yang dimilikinya agar terus dikembangkan, serta dari pihak guru-pun juga diberikan kebebasan untuk dapat terus meningkatkan inovasi dan kreatifitasnya dalam mentrasformasi ilmu pengetahuan terhadap peserta didiknya secara fleksibel dan menyenangkan, seperti contoh pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas saja, namun guru sangat bisa melaksanakan kegiatan pembelajaran di luar kelas dengan para siswanya. Guru juga diberikan keleluasaan dalam mengkonsep pembelajran yang diampunya. Sehingga itulah mengapa kurikulum yang dicanangkan oleh Kemendikbud tersebut dinamai dengan merdeka belajar. Kalau mengaca kepada kurikulum sebelumnya, para peserta didik terlalu dibelenggu oleh tuntutan dari sekian banyak pelajaran yang telah disusun oleh dinas pendidikan untuk di pelajari semua, tanpa menimbang keminatan dan potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik.

Dalam kurikulum merdeka belajar ini, seorang guru dituntut untuk mengetahui dan mengenali potensi yang dimiliki oleh peserta didiknya. Dengan begitu sekolah atau madrasah dalam mengkonsep kurikulum akan diarahkan kepada kebutuhan peserta didik dengan mengenali karakteristik dari masing-masing peserta didik. Mengenal karakteristik peserta didik berarti mengenal kebutuhan setiap peserta didik sebagai keunikan yang dimiliki. Sehingga peserta didik pun akan memiliki motivasi yang besar untuk meraih apa yang memang menjadi minat dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Adapun karasteristik peserta didik terbagi menjadi empat: (a) setiap peserta didik memiliki potensi baik secara fisik dan psikis sebagai mahluk yang spesial, (b) setiap peserta didik akan selalu mengalami perkembangan diri, baik terhadap pribadinya maupun terhadap lingkungan sekitarnya, (c) Setiap peserta didik membutuhkan bimbingan dari orang yang lebih dewasa, (d) Setiap peserta didik mengharapkan adanya kemerdekaan atas dirinya, kemerdekaan disini memiliki arti merdeka dalam mengembangkan kompetensi, bakat dan minat yang tertanam dalam dirinya (Nurhamida 2018).

Mengenal karakteristik yang ada pada peserta didik akan membantu Guru dalam mengenali setiap potensi, bakat dan minat yang dimiliki oleh mereka, serta dapat memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Penelitian yang dilakukan oleh Tambunan menyimpulkan bahwa seorang tenaga pendidik yang dapat mengenali karakter siswa dengan mempelajari beragam strategi pembelajaran sesuai kebutuhan peserta didiknya akan mampu meningkatkan kemampuan kreatif matematis siswa (Tambunan 2018). Dalam penerapan kurikulum merdeka, pengenalan karasteristik peserta didik tergambar dari adanya asesmen diagnostik baik secara non kognitif dan juga kognitif.

Keunggulan dari penerapan kurikulum merdeka dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya adalah adanya pembelajaran yang berbasis projek, dimana itu akan mampu mendorong peserta didik untuk dapat berkolaborasi bersama dengan teman sejawatnya sehingga hal itu akan mendorong tingkat berpikir kritis mereka. Sastrika menjelaskan dalam penelitiannya, bahwa terdapat perbedaan berpikir kritis antara siswa yang mengikuti model pembelajaran berbasis projek dengan model pembelajaran kimia (Sastrika, Sadia, and Muderawan 2013). Hasil penelitian tersebut, mengindikasikan bahwa model pembelajaran berbasis projek di dalam kegiatan proses belajar mengajar mampu mengarahkan para peserta didik untuk berpikir secara kritis. Selain pembelajaran berbasis projek, kurikulum Merdeka juga memberikan fokus kepada pemberian materi esensial yang dianggap menjadi materi penting untuk dapat dipelajari secara mendalam. Melalui adanya fokus materi esensial guru serta siswa memiliki waktu lebih lama dalam melakukan proses pembelajaran di kelas sesuai dengan minat yang mereka ingin dalami.

Menurut Umdatul, fokus kurikulum Merdeka yang memperhatikan materi esensial dan adanya pembelajaran berbasis projek tersebut dapat meringankan beban belajar yang harus ditempuh oleh peserta didik (Umdatul 2021). Sehingga capaian akan suatu materi dapat dikejar dan didalami dengan maksimal melalui struktur kurikulum yang lebih fleksibel.

Kesimpulan

Program merdeka belajar merupakan langkah strategis pemerintah dalam upayanya menciptakan pendidikan yang berkualitas. Melihat Indonesia dalam perengkingan kualitas pendidikannya masih dikatakan rendah dibandingkan negara-negara tetangganya. Oleh karena itu, merdeka belajar merupakan alternatif yang diharapkan mampu mengembangkan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

Adapun langkah strategis dalam penerapan merdeka belajar terkonsep atas pembelajarannya yang lebih fokus kepada pengembangan potensi, minat dan bakat yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan melalui pembelajaran yang berbasis projek, karater sesuai dengan profil pelajar pancasila dan stuktur kurikulum yang lebih fleksibel. Sehingga, peserta didik dan pendidik memiliki kebebasan berekspresi dalam mengembangkan kreatifitas dan potensinya. Adapun kelebihan diterapkannya merdeka belajar ini, siswa diharapkan memiliki kesempatan untuk meningkatkan kompetensi soft skill maupun hard skill. Soft skill merupakan keterampilan yang dimiliki seseorang, sedangkan hard skill adalah gambaran tentang perilaku dan keterampilan seseorang yang bersifat visible.

Baca juga : Memahami Tujuan Pernikahan dan Konsep Sakinah, Mawaddah dan Rahmah dalam Islam

Daftar Rujukan

Ahmad, Faisal Madani, Ishaq, Lasi Purwito, dan Ratih Permata Sari. 2022. “Evaluasi Kebijakan Merdeka Belajar Pada Satuan Pendidikan Nonformal,” AKSARA: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, .

Hamalik, Oemar. 2007. Manajemen pengembangan kurikulum. PT. Remaja Rosda Karya.

Hidayat, Sholeh. 2013. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: Remaja  Rosdakarya.

Ibda, H, dan Rahmadi. 2018. “Penguatan literasi baru pada guru madrasah ibtidaiyah dalam menjawab tantangan era revolusi industri 4.0,” JRTIE: Journal of Research and  Thought of Islamic Education, .

Jojor, Anita, dan Hotmaulina Sihotang. 2022. “Analisis Kurikulum Merdeka dalam Mengatasi Learning Loss di Masa Pandemi Covid-19,” Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, .

Kompasiana.com. 2021. “Permasalahan Pendidikan di Indonesia.” KOMPASIANA. 30 Juli 2021.https://www.kompasiana.com/risqi95/6103e7e19f7b9d27a05d5213/permasalahan-pendidikan-di-indonesia.

Machali, Imam. 2014. “Kebijakan Perubahan Kurikulum 2013 dalam Menyongsong  Indonesia Emas Tahun 2045,” Jurnal Pendidikan Islam, 4 (1).

Mustaghfiroh. 2020. “Konsep ‘merdeka belajar’ perspektif aliran progresivisme John Dewey,” Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran, .

Ningrum, Ajeng Sestya. 2022. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kurikulum Merdeka  Belajar (Metode Belajar),” MAHESA CENTER, .

Nurhamida, Ilin. 2018. “Problematika Kompetensi Pedagogik Guru Terhadap Karakteristik Peserta Didik,” Jurnal Teori Dan Praksis Pembelajaran IPS, .

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2011. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Rosdakarya.

Suparlan. 2011. Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi  Aksara.

Tambunan, Nurma. 2018. “Pengaruh Strategi Pembelajaran Dan Minat,” Jurnal Formatif, .

Umdatul, Khoirot. 2021. “Rosyada: Islamic Guidance and Counseling” 2.

Wulandari, Yuni, Adzra Afifah Mahmuda, Maylinda Dwi Astuti, Wikan Tiyasning Ariyanto, dan Darmadi Darmadi. 2021. “ORIENTASI PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN KURIKULUM MERDEKA BELAJAR PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA.” Jurnal Review Pendidikan Dan Pengajaran (JRPP) 4 (2): 317–21. https://doi.org/10.31004/jrpp.v4i2.3155.

Researcher at Pondok Pesantren Al-Khoirot | + posts

Santri Ma'had Aly Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang, asal Lumajang yang sedang menempuh program Studi Doktoral Islamic Education Management di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Sebagai peneliti di bidang manajemen pendidikan Islam dengan fokus kepemimpinan dan mutu pendidikan. Karya-karya tulis ilmiahnya dapat diakses melalui akun Google Scholar

Avatar

Muhammad Amin Fathih

Santri Ma'had Aly Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang, asal Lumajang yang sedang menempuh program Studi Doktoral Islamic Education Management di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Sebagai peneliti di bidang manajemen pendidikan Islam dengan fokus kepemimpinan dan mutu pendidikan. Karya-karya tulis ilmiahnya dapat diakses melalui akun Google Scholar