Keselarasan Hakikat dan Syariat
Dalam Tashawuf, termasuk dari Mujahadah An-Nafs menurut Imam Abu Qasim Al-Qusyairi adalah menselaraskan antara Hakikat dan Syariat. dan ini dibuktikan oleh wasiat beliau kepada para muridnya dalam menempuh jalan untuk sampai kepada Allah SWT.
Menalar sesuatu perbuatan dengan kacamata hakikat (kenyataan) terkadang selalu menjadi kebenaran yang dimutlakan dalam semua tindakan. Padahal, esensi dari semua kebenaran bukan sekedar hanya bisa diterima dan dibenarkan secara Akal & Nalar/pikiran realistis/Hakikat saja. Tapi Juga harus diiringi dengan keselarasan dan kesinambungan terhadap Syariat.
Tujuan Akhir dari semua amal perbuatan adalah untuk Allah SWT. Maka, yang sepatutnya menjadi hasil akhir dari semua perbuatan adalah diterimanya semua amal perbuatan kita disisi-Nya. Dan untuk menuju itu semua, diperlukanlah kesinambungan antara Hakikat dengan Syariat.
Dari guru beliau, Syaikh Abu Ali Daqaq menyebutkan:
إِ(إِيَّاكَ نَعْبُدُ) حفظ للشريعة و(إِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ) إقرار بالحقيقة ، واعلم أن الشريعة حقيقة من حيث انها وجبت بأمره ، والحقيقة أيضا شريعة من حيث ان المعارف به سبحانه أيضا وجبت بأمره
“Ayat (إياك نعبد) bermakna menjaga terhadap Syariat. Dan (إياك نستعين) bermakna mempercayai Hakikat. Ketahuilah, seseungguhnya Syariat adalah Hakikat dari segi kewajiban kita melaksanakannya. Begitu pula Hakikat. Ia adalah Syariat dari segi kewajiban kita untuk mengetahui hakikat Allah SWT.”
Memang pada dasarnya, Hakikat dan Syariat adalah satu esensi yang sama. Dan tidak mungkin bisa dipisahkan dalam kehidupan seorang Hamba.
كل شريعة غير مؤيدة بالحقيقة فأمرها غير مقبول ، وكل حقيقة غير مقيدة بالشريعة فأمرها غير محصول
“Semua Syariat yang tidak ditompang dengan Hakikat maka tidak dapat diterima. Dan semua Hakikat yang tidak ditompang dengan Syariat, maka sia-sia”.
Wallahu A’lam Bisshawab
Mahasiswa Indonesia di Mesir, asal dari Dampit. Saat ini menempuh studi di Universitas Al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Alumni PP Al-Khoirot Malang