Kenduren Munggahan 1000 Harian dalam Masyarakat Jawa
Bagi masyarakat jawa acara kenduren tentulah hal yang sudah tidak asing lagi, mengingat suku jawa yang sangat kental dengan adat istiadat yang sudah turun temurun.
Sejarawan KH Agus Suyonto mengatakan jika selametan bermula pada saat Sunan Bonang melakukan perlawanan terhadap bhairawa tantra, yakni orang laki-laki yang mengamalkan ajaran Tantrayana. Aliran Tantrayana ini berasal dari India Selatan. Aliran ini memilki ajaran pancamakra atau bataralima atau malima yang harus dilakukan sebaik-baiknya dan sebanyak-banyaknya bagi para pengikutnya, yaitu:
- Mamsa adalah makan mayat dan minum darah
- Madya adalah minum minuman keras
- Matsya adalah makan ikan gembung yang beracun
- Maithuna adalah bersetubuh secara berlebihan
- Mudra tarian sangat melelahkan hingga menyebabkan pingsan
Kenduren adalah istilah untuk perkumpulan beberapa orang dalam jumlah yang banyak (laki-laki), kemudian membaca dzikir, surah Al-quran dan doa yang dipimpin oleh seorang kiyai atau ustadz, dan biasanya diakhiri dengan acara makan bersama dan diberi bingkisan oleh shohibul hajah.
Sedangkan kenduren munggahan adalah kenduren untuk menaikkan para leluhur, biasanya kenduren ini dikenal dengan kenduren/selametan tujuh harian, empat puluh harian, seratus harian, seribu harian dan haul.
Para tetangga sekitar biasanya akan memberikan sumbangan berupa uang, beras dan sembako lainnya pada keluarga mendiang dengan tujuan untuk saling tolong dan menolong antar sesame tetangga.
Selametan 1000 harian adalah acara mengirim doa kepada keluarga yang meninggal tepat dihari ke 1000 ia meninggal. Acara ini tidak jauh berbeda dengan acara kenduren seperti biasanya, yaitu membaca tahlil, surah yasin dan doa. Namun dalam acara seribu harian ini masyarakat jawa akan mengadakan acara lebih besar dari pada seperti selametan ke-7, ke-40, ke-100. Jika diacara selametan yang sebelum-sebelumnya shohibul hajah hanya mengundang 200 orang, maka pada acara 1000 harian ini meraka akan mengundang 300, dua kali lipat atau bahkan sampai 1000 orang. Biasanya acara kenduren ini dilaksanakan setelah shalat ashar, maghrib atau isya. Dan dipagi hingga siangnya diisi acara hataman Al-quran.
Yang menarik diacara seribu harian ini adalah tuan rumah tidak hanya akan memberi bingkisan nasi beserta lauk pauk dan juga kue saja, namun keluarga yang meninggal ini juga akan memberikan bingkisan berbagai macam pakiaan. Tergantung dengan siapa yang meninggal, dalam artian laki-laki atau peremuan. Biasanya jika yang meninggal itu adalah laki-laki maka bingkisannya berupa baju taqwa/koko, sarung dan kopyah. Dan jika yang meninggal adalah perempuan maka bingkisannya berupa baju gamis, kerudung dan mukenah. Terkadang juga bisa berupa perlengkapan yang biasa dipakai oleh orang yang meninggal seperti bantal, tikar, peralatan dapur dan lain sebagainya.
Keluarga mendiang biasanya sudah menyaiapkan berbagai keperluan semanjak 3 hari sebelum hari H dengan dibantu oleh para keluarga dan tetangga terdekat(biasanya dikenal dengan istilah biodo). Pada hari itu semua orang yang membantu akan mulai sibuk menyiapkan perlengkapan dan berbagai kebutuhan untuk hidangan yang akan disuguhkan.
Mereka mulai sibuk merakit kardus kue satu persatu, berbelanja keperluan-keperluan kepasar dengan jumlah yang sangat banyak. Ada yang sudah mulai membuat kue kering dengan mencetak sebiji demi sebiji, mengoreng berbagai macam kerupuk, mulai mengupas bawang putih dan merah dan berbagai rempah lainnya untuk bumbu hidangan. Dihari berikutnya mereka akan bertambah lebih sibuk, meraka akan mulai memasak kue apem. Kue apem adalah kue yang tidak boleh ketinggalan dalam acara munggahan menurut orang jawa. Belum lagi kerepotan karna banyaknya tamu yang datang, hal ini merupkan tradisi orang jawa saat ada keluarga atau tetangga yang sedang mengadakan acara selametan meraka akan datang kerumah shohibul hajah dengan membawa beras, uang atau bentuk sembako yang lainnya. Pada hari itu juga shohibul hajat juga akan ater-ater(memberikan nasi,lauk pauk dan kue) kepada tetangga, keluarga dan para tamu yang hadir menyumbang.
Pada hari H meraka mulai sibuk mempersiapkan segala keperluan untuk acara inti, meraka mulai menggelar karpet-karpet dirumah mendiang hingga keteras-teras rumah, piring-piring sudah mulai ditata dengan rapi, lengkap dengan porsian nasi beserta lauknya, bingkisan-bingkisan untuk para kenduren sudah mulai diwadahi ditata dengan sedimikian rupa, undangan sudah mulai disebar pada siang harinya.
Pada saat mendekati acara semua tamu undangan mulai datang satu persatu secara beriringan, mereka akan duduk melingkar diatas gelaran karpet yang telah disediakan, saat sudah tepat pada waktu yang telah ditentukan dan pemimpin acara telah datang, mereka akan memulai membaca dzikir, tahlil dan doa yang dipimpin oleh tokoh agama seperti kiyai dan ustadz.
Saat acara membaca dzikir dan doa sudah selesai, acara kenduren ini akan diakhiri dengan ramah tamah, biasanya hanya sekedar nasi dan lauk yang sudah ditata dengan rapi diatas piring, kemudian saat ramah tamah selesai mereka akan diberi berkat (istilah untuk bingkisan nasi, lauk dan kue).
Mahasiswa IAI Al-Qalam Malang, alumni pondok pesantren Al-Khoirot putri