Kekerasan Seksual Semakin Tragis
Kekerasan seksual, Mungkin akhir-akhir ini kita sering kali mendengar berita kekerasan seksual, baik dari media sosial ataupun yang lainnya. Ceritanyapun beragam, mulai dari kekerasan yang dilakukan oleh orang terdekat, guru, pendeta bahkan ustadz.
Kekerasan seksual adalah tindakan pelecehan seksual pada seseorang, dengan tanpa adanya persetujuan dari pihak yang bersangkutan, termasuk juga didalamnya berupa tindakan yang dilakukan orang dewasa kepada anak-anak.
Tercatat pada tahun 2022 Indonesia mengalami kekerasan seksual sebanyak 11.016 kasus, hal ini tercatat dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) yang digagas oleh KemenPPPA. Dimana pada tahun 2022 Indonesia mengalami krisis kekerasan seksual, pada tahun itu kasus kekerasan seksual jauh lebih banyak dari pada kasus-kasus yang lain diantaranya seperti kekerasan fisik, kekerasan psikis, trafficking, penelantaran dan eksploitasi.
Diantara contoh kekerasan seksual pada tahun itu adalah pada waktu itu beredar berita viral tentang pencabulan terhadap lima orang santri wati pondok pesantren shidiqiyah Jombang oleh anak dari kiyai Jombang yakni Moch Subchi Al-Tsani (MSAT). MSAT (42) mengaku jika telah mencabuli MN salah satu korban sebanyak dua kali.
Tak hanya itu, di Pondok Pesantren Desa Padang, Singajuruh, Banyuwangi juga pernah terjadi kekerasan seksual yang dilakukan oleh Fauzan (52) terhadap 6 orang santri, dan yang lebih mengejutkan dari berita ini adalah satu diantara 6 korban tersebut adalah laki-laki. Motif yang dilakukan oleh Fauzan adalah dengan memanggil korban dengan dalih wawancara terkait pendidikan pondok, kemudian setelah itu Fauzan membujuk para korban dan berlanjut melancarkan aksi bejatnya.
Ditahun 2022 juga pernah terdapat berita viral yang membuat geram masyarakat Indonesia, banyak orang yang menghujatnya. Dia adalah oknum sebuah pesantren di daerah Cibiru, Bandung, Jawa Barat. Herry Wirawan, ya dialah orangnya, karna ulahnya jagat Indonesia menjadi gempar. Herry Irawan telah melakukan kekerasan terhadap 13 santri dan 9 orang lainnya sudah hamil dan melahirkan. Karna akibat perbuatannya tersebut Herry Irawan harus mendekam dipenajara, ia dijatuhi hukumah seumur hidup, terkena denda sebesar 300 juta dan seluruh hartanya disita.
Terlepas dari kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang lain, dalam artian tidak memiliki hubungan darah antara sie pelaku kekerasan dan korban. Di Kota Blitar pada tahun 2022 lalu, terdapat seorang ayah yang tega melakukan pencabulan terhadap anak kandungngnya sendiri yang masih berusia 12 tahun, bahkan korban dikabarkan telah hamil 6 bulan. Kebusukan tersangka ini terkuak setelah bibik dari korban merasakan kejanggalan dari keponakannya itu, yang perutnya terlihat lebih besar dan seperti orang hamil.
Hingga akhirnya bibik korban membawanya kerumah sakit untuk memeriksakan keadaannya dan untuk menjalankan tes kehamilan, hingga dari sinilah perbuatan bejat tersebut tersingkap. Korban mengaku jika ayah kandungnyalah yang telah melakukan perbuatan keji tersebut.
Ngeri banget gak sih?
Dari semua contoh kekerasan yang telah dipaparkan, kita bisa melihat betapa mirisnya keadaan dunia kita saat ini, betapa terprosoknya keadaan lingkungan kita saat ini. Pesantren yang seharusnya menjadi tempat menimbah ilmu, tempat melatih akhlak yang karimah, menjadi pribadi yang lebih baik yang terdidik baik dari segi lahir maupun batin, malah menjadi tempat yang menyisakan rasa trauma bagi sebagian orang, mungkin hal ini tidak hanya dirasakan oleh korban tapi juga orang lain, bisa saja karna peristiwa-peristiwa tersebut akan banyak orang tua yang merasa takut untuk memondokkan anaknya dipesantren, meraka akan tidak percaya pada sistem pendidikan dipesantren, yang tentunya hal ini juga berpengaruh bagi pondok-pondok pesantren yang lain.
Ayah yang seharusnya menjadi tempat pulang ternyaman dan paling aman bagi seorang anak, malah menjadi monster untuk anaknya, ayah yang seharusnya menjadi panutan bagi anaknya, ia malah berbuat keji terhadap anak kandungnya sendiri, ayah yang seharusnya mengarahkan anaknya untuk selalu berbuat baik, ini justru malah sebaliknya, ayah yang seharusnya menjadi rumah untuk anak-anaknya sudah tidak lagi seperti seharusnya.
Kemana mereka akan pulang jika orang yang seharusnya menjadi rumah ternyaman, tapi justru menancapkan luka yang paling dalam?
Kepada siapa mereka meminta perlindungan dan mengadu jika tokoh agama yang seharusnya menjadi panutan malah merusak moral? Jika tokoh agama yang seharusnya menjadi penunjuk jalan kebenaran, justru malah menjarah masa depan meraka yang lemah?
Perlu kita ketahui jika kekerasan seksual tidak hanya berakibat pada fisik yang trauma namun juga bisa berefek pada psikologis dan emosional. Setidaknya ada 10 dampak dari kekerasan seksual yang dilansir dari Suara.com :
- Depresi
- Gangguan stres pasca trauma
- Suka menyakiti diri sendiri
- Tertular penyakit kelamin
- Berpotensi menguunakan narkotika
- Disosiatif, disosiatif adalah mengasingkan diri dari lingkungan sekitar
- Serangan perasaan panik
- Terkena gangguan makan dan tidur
- Menyebabkan kehamilan
- Bunuh diri
Mengingat kejadian kekerasan seksual banyak terjadi pada perempuan dan anak, saya jadi teringat dengan Hadist dari Nabi Muhammad yang pada intinya jika kemajuan suatu negara tergantung pada baik atau tidaknya perempuan ditempat itu. Hal ini tentu saja logis, karna ibu adalah madarash pertama bagi anak-anaknya. Ibu adalah pendidik yang paling berpengaruh pada pendidikan seorang anak.
Lalu bagaimana jika disuatu negara perempuannya justru malah dihancurkan dengan penuh tega dan tanpa hati nurani? Dari sini akan timbul pertanyaan, akan dibawa kemana negara tercinta kita ini? Jika tiang negara dirusak dengan tanpa pandang siapa?
Anak adalah tongkat pemegang estafet dimasa depan, seharusnya dididik hingga menjadi orang yang terdidik dengan baik, bukan dijajah dan merenggut masa depannya dengan perbuatan keji. Kepada siapa kita akan menyerahkan tongkat estafet masa depan jika anak-anaknya dihancurkan secara psikis dan mental?
Oleh karena itu menjaga tiang negara dan calon para pemegang tongkat estafet dimasa depan adalah tugas kita bersama.
Mahasiswa IAI Al-Qalam Malang, alumni pondok pesantren Al-Khoirot putri